Minggu, 28 April 2013

Karakteristik Ilmu Tafsir dan Worldview Islam

al-Quran kuno dengan harga 2, 5 juta poundsterling atau sekitar 4, 9 juta dollar pada Selasa (8/4)
Metode Tafsir al-Qur'an lahir dan berkembang seiring dengan adanya struktur keilmuan dalam worldview Islam yang terdapat dalam al-Qur'an. Worldview Islam yang berasal dari wahyu yang telah dicanangkan oleh Nabi saw semenjak di Mekkah mengandung 'isitlah-istilah konseptual, termasuk di dalamnya istilah konseptual tentang tafsir. Secara umum, hal ini dipandang sebagai 'kerangka awal konsep keilmuan' (pre-scientific conceptual scheme), yang secara otomatis juga melahirkan elemen-elemen epistemologis yang mendasar dalam Islam. Kandungan bangunan konsep-bangunan konsep wahyu itu telah mendorong dan mengkondisikan Umat Islam terus menelaah, mendalami, mengeksplorasi dan menafsirkannya secara intens. Artinya, sedari awal wahyu yang mengandung scientific worldview itu telah menyebabkan timbulnya kegiatan-kegiatan keilmuan di kalangan masyarakat Muslim.

Kegiatan-kegiatan keilmuan dalam masalah penafsiran al-Qur'an berawal dari uraian dan penjelasan langsung Rasulullah saw terhadap kandungan al-Qur'an kepada para sahabatnya. Dalam kaitannya dengan wahyu, yang beliau lakukan ini adalah satu kewajiban yang Allah swt bebankan kepadanya untuk menjelaskan perintah-perintah, larangan-larangan dan lain sebagainya yang terkandung dalam al-Qur'an itu sendiri.[i] Jika ada di antara para sahabat yang tidak mengerti mengenai kandungan suatu ayat, atau jika terjadi perselisihan di antara mereka tentangnya, maka para sahabat langsung mengembalikannya kepada Baginda Rasul saw, sehingga dapat diketahui makna dan penjelasan yang benar tentangnya (tafsirannya). Demikianlah, para sahabat Rasulullah saw sangat hati-hati dalam pemahaman dan penafsiran al-Qur'an. Setidaknya ini tampak dari ungkapan  sahabat Abu Bakr al-Siddiq misalnya, "bumi mana yang membawaku dan langit mana yang menaungiku jika aku mengatakan di dalam Kitab Allah apa yang tidak diketahui."[ii]

Tafsir, setelah masa sahabat (tabi'in), perkembangannya masih sangat terkait dengan masa sebelumnya (masa Rasulullah saw dan sahabat). Dimana pada masa tabi'in ini, tafsir belum berupa disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Tapi pada saat itu, ia masih merupakan bagian dari Hadith. Para tabi'in menafsirkan al-Qur'an dengan al-Qur'an, Hadith Nabi, dan pendapat para sahabat. Setelah itu, baru mengembangkan penafsiran sendiri berdasarkan ijtihad. Ini artinya, sejak zaman Rasulullah saw, akal tidak dibiarkan liar kesana-kemari tanpa ikatan yang jelas. Ia senantiasa terkait dengan apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw dan para sahabat beliau. Ini penting, sebab akal yang liberal hanya akan dengan mudah menghakimi "salah" metode Tafsir al-Qur'an. Jadi, kendati telah lahir sekian banyak kitab tafsir dalam khasanah Islam, namun pernyataan bahwa tafsir itu relatif sangatlah keliru. Interaksi intens para sahabat semenjak masa Rasulullah saw dengan al-Qur'an telah secara cermat dan tepat mengungkap 'Struktur Metode Tafsir' yang sesuai dengan karakteristik wahyu dengan segala mukjizatnya.

Berbeda dengan tafsir, Hermeneutika yang 'dipaksakan' Barat ke dalam dunia Islam hanyalah sebuah metode pemahaman teks, yang pada awalnya diasosiasikan kepada Hermes, yang dalam mitologi Yunani dipandang sebagai dewa yang diutus oleh Zeus (Tuhan) untuk menyampaikan dan menerjemahkan pesan dan berita yang masih samara-samar ke dalam bahasa yang dipahami manusia di bumi.[iii] Tugas Hermes ini dianggap identik dengan tugas Rasulullah saw yang menyampaikan pesan Allah swt kepada umat Manusia.[iv] Ini satu lompatan analogi yang terburu-buru dan tidak tidak logis.  

Berdasarkan latar belakang 'lahir dan berkembangnya' ini, tidak heran jika kemudian Metode Tafsir dalam Islam sangat khas, berkarakter Pandangan Hidup Islam (worldview Islam).[v] Secara mendasar, ia menjadi satu metode pemahaman kalamullah, dimana kajian dan keyakinan atas konsep Ketuhanan menjadi dasar utama dan pertamanya. Seluruh aspeknya terikat menjadi satu kesatuan, membentuk satu konsep tafsir yang mapan. Dasar konsep Ketuhanan dalam ranah tafsir ini secara rinci dan mendalam akan penulis ulas lebih lanjut berikut ini.




[i] Cermati QS. Al-Nahl: 44.
[ii] Lihat Ibn Katsir, Tafsir al-Qur'an al-'Adzim, (Kairo: Maktabah Dar al-Turath), jil. I, p. 5.
[iii] Secara etimologi, istilah Hermeneutika berasal dari kata Yunani Kuno, yang berarti hal-hal yang berkenaan dengan pemahaman dan penerjemahan suatu pesan. Lihat dalam The Catholic Encyclopedia, dalam Dr. Syamsuddin Arif, Apa Itu Hermeneutika?, p. 2. Menurut para ahli, pembakuan Hermeneutika sebagai suatu ilmu, metode dan teknik memahami suatu pesan atau teks, sesungguhnya baru terjadi di kemudian hari, yaitu menyusul adanya gerakan Reformasi yang dicetuskan oleh Martin Luther di Jerman, sekitar abad ke-18 Masehi. Dimana pada saat itu, para teolog Protestan menolak klaim otoritas Gereja Khatolik dalam pemaknaan dan penjabaran kitab suci. Alasannya, mereka (kaum Protestan) meyakini bahwa setiap orang berhak menafsrikan Bibel, asalkan tahu bahasa dan konteks sejarahnya. Selanjutnya, berdasarkan prinsip kegamblangan (perspicuitas) dan sola scriptura (cukup kitab suci saja, tak perlu 'tradisi'), dibangunlah metode ilmiah bernama hermeneutika. Ulasan pengantar lihat dalam Josef Bleicher, Contemporary Hermeneutics: Hermeneutics as Method, Philosophy and Critique (London: Routledge & Kegan Paul, 1980); Richard E. Palmer, Hermeneutics: Interpretation Theory in Schleiermacher, Dilthey, Heideger, and Gadamer (Evanston, Illinois: Northwestern University Press, 1969). 
[iv] Seyyed Husein Nasr mengidentifikasikan Hermes dengan Nabi Idris yang disebut-sebut sebagai bapak dari para filosof (Abu al-hukama'). Lihat dalam Seyyed Husein Nasr, Pengetahuan dan Kesucian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), cet. Ke-I, p. 81.
[v]Menurut al-Attas, elemen asas bagi 'Pandangan Hidup Islam' sangat banyak, dimana semuanya merupakan jalinan konsep-konsep yang tak terpisahkan. Di antara yang paling utama dan pertama adalah konsep tentang hakekat Tuhan, konsep tentang wahyu (al-Qur'an), konsep tentang penciptaan, konsep tentang hakekat kejiwaan manusia, konsep tentang ilmu, konsep tentang agama, tentang kebebasan, tentang nilai dan kabajikan, tentang kebahagiaan dan lain sebagainya. Lihat S.M.N. al-Attas, "The Worldview of Islam, An Outline, Opening Adress," dalam Sharifah Shifa al-Attas ed. Islam and the Challenge of Modernity, Proceeding of the inaugural Symposium on Islam and the Challenge of Modernity: Historical and Contemporary Context, Kuala Lumpur Agustus, 1-5, 1994, ISTAC, Kuala Lumpur, 1996, p. 29.  

Jalaluddin Rumi, Penyair Sufi Terbesar dari Konya-Persia

          Dua orang bertengkar sengit di suatu jalan di Konya. Mereka saling memaki, “O, laknat, jika kau mengucapkan sepatah makian terh...