Kamis, 16 Mei 2013

Jalaluddin Rumi, Penyair Sufi Terbesar dari Konya-Persia


          Dua orang bertengkar sengit di suatu jalan di Konya. Mereka saling memaki, “O, laknat, jika kau mengucapkan sepatah makian terhadapku, kau akan menerima sepuluh patah balasannya.” Jalaluddin Rumi, yang kebetulan lewat, mendengar pertengkaran itu. Dia mendatangi mereka dan berkata, “Saudara! Persediaan makian macam apa pun yang kalian punyai tumpahkanlah atas diriku. Kalian boleh melemparkan beribu makian padaku, dan kalian tak akan menerima balasan satu pun.” Dua orang yang bertengkar itu lupa akan segala makian mereka, bersujud di kaki Rumi dan mereka pun berdamai.

          Jalaluddin Rumi, penyair Sufi terbesar yang pernah dilahirkan dunia, yang karyanya Mathnawi termasyhur, lahir di Balkh pada 1207 M.  Dia berasal dari keluarga ulama besar, keturunan Khalifah Islam pertama. Kakeknya, husain Balkhi, adalah sarjana kebatinan yang begitu dihormati, sehingga Sultan Muhammad Khwarizm Shah mengawingkan anak perempuannya dengannya. Dengan demikian, penguasa Khawarizm adalah kakek Jalaluddin Rumi dari pihak ibu.
          Syeikh Bahauddin Balki, ayah Jalaluddin Rumi, diakui sebagai ahli ilmu pengetahuan terbesar dari zamannya di dunia Islam. Muhammad Khawarizm Shah menjai murid Syikh Bahauddin, dan acap kali mengunjunginya. Dia memberikan pendidikan dan memberi kuliah tentang segala persoalan.
          Tetapi, oleh persaingan di Istana, Syikh Bahauddin meninggalkan Balkh, diikuti oleh ratusan muridnya dan para pengikutnya bermigrasi ke arah Barat. Dia melewati Nishapur, dan pada tahun1212 bertemu kepada Syeikh Fariduddin Attar. Menurut penulis-penulis kronik, Fariduddin memeluk Jalaluddin, dan meramalkan kebesarnnya, mendoakan serta memberi sebuah salinan dari sajaknya, Asrar Nama. Dari Nishapur, Syeikh Bahauddin tiba di Baghdad, tempat dia bermukim beberapa tahun, memberi kuliah tentang soal-soal agama. Duta dari penguasa dinasti Saljuk, Kaikobad, yang juga menghadiri kuliah-kuliah itu, memujikan pengetahuan Syeikh itu yang dalam kepaa rajanya. Raja Kaikobad ikut menjadi murid Syeikh Bahauddin. Dari Baghdad, Syeikh dan rombongannya pergi Hejaz, kemudian ke Zanjan, dan tinggal setahun di sana. Kemudian, syeikh berangkat ke Larinda (Kirman), tempat dia menetap tujuh tahun. Di sini dia mengawinkan anaknya Jalaluddin Rumi dengan seorang wanita bernama Gauher, yang kelak melahirkan dua putra, Sultan Veld dan Alauddin. Penguasa Saljuk, Alauddin Kaikobad, seorang pengagum Syeikh, mengundangnya untuk tinggal di ibu kota. Menyetujui undangan itu, maka Syeikh pun berangkat ke Konya (Inconium), ibu kota kerajaan Saljuk. Raja Seljuk dan orang-orang istananya menyambut Syeikh di luar kota, dan mengiringnya dengan berjalan kaki. Di kota inilah Syiekh Bahauddin ,ayah Maulana Jalaluddin, wafat pada tahun 1231 M.
          Jalaluddin mendapat pendidikan pertam adari ayahnya yang terpelajar. Di antara para murid ayahnya, ada seorang sarjana terkenal, Sayyid Burhanuddin Muhaqqiq. Jalaluddin dipercayakan ke tangan sarjana ini; dia mengajarkan Maulana semua soal dunia. Setelah ayahnya meninggal, Jalaluddin Rumi, yang berusia 25 tahun, pergi ke Damaskus dan Aleppo, dua pusat ilmu pengetahuan, untuk mendapat pendidikan lebih tinggi di masa itu. Sayyid Bahauddin juga mengajari Jalaluddin adat dan pengetahuan mistik. Sesudah gurunya meniggal, Jalaluddin jatuh kedalam pengaruh – dan mendapat pendidikan – dari Shams-I-Tabriz, “tokoh aneh’ yang digambarkan Nicolson: “Mengenakan pakaian hitam yang kasar, yang melintas cepat sesaat dihadapan kita, dan menghilang secara tragis.”
          Maulana Jalaluddin Rumi menjadi seorang sarjana besar, seorang putra yang pantas dari ayah yang terpelajar, dikelilingi oleh sarjana-sarjana dan pengikut-pengikut yang tertarik dari bagian-bagian jauh dunia Islam.  Di sini, pada tahun 624 H, dia bertemu dengan Shams-I-Tabriz. Perjumpaan ini terbukti merupakan titik balik dalam kehidupannya. Dari seorang guru duniawi, Rumi menjadi pertapa. Ia melemparkan semua kemeghahan dan kesenangan duniawi, mengundurkan diri kekehidupan sembahyang dan doa, dan ketaatan kepada guru kebatinannya, Shams-I-Tabriz. Perubahan tiba-tiba dalam kehidupannya ini menimbulkan kegelisahan di antara murid-muridnya. Untuk menenangkankegelisahan mereka, Shams-I-Tabriz menhilang dari Konya pada satu malam. Perpisahan dengan guru itu membuat Maulana tidak senang sama sekali, dan memberikan reaksi terhadap kejadian ini dengan meniggalkan keduniaan. Hal ini menimbulkan kekacauan yang dalam di kalangan keluarganya. Karena itu, putranya tertua diutus untuk mencari Shams-I-abris. Dia membawanya kembali ke Koyna dari Damaskus. Guru dan murid-muridnya tetap bersama-sama untuk sementara, dan pada suatu hari, karena dijengkelkan oleh sementara murid Maulana, Shams-I-Tabriz sekali lagi menghilang dari Konya untuk selam-lamanya. Pencarian yang tuntas terhadap wali itu, seklipun Rumi sendiri ambil bagian, berakhir dengan kegagalan.
                   Menghilangnya guru kebatinan ini mebawa perubahan besar dalam hidup Rumi, dan memberi ketajaman pada sentimen-sentimannya dan naluri inspirasi puitiknya, yang selama ini terpendam. Transformasi kerohanian yang revolusioner ini mencapai klimaks dengan curahan puitik yang tak terkendalikan. Awal dari Matnawi, karya abadinya, dikerjakan dalam periode ini.     
Jalaluddin Rumi telah membukakan pintu bagi kelahiran sebarisan ahli mistik, yang kemudian disebut Jalalia. Yang termashur di antara mereka, Syeikh Bu Ali Qalander dari Panipat, tinggal bersama Rumi untuk beberapa tahun, dan banyak terpengaruh olehnya. Seorang wali terkenal lainny, Syeikh Shabuddin Suhrawardy, juga mengambil manfaat dari didikan Rumi. Syeikh Sa’di, penyair dan moralis Persia termasyhur, menururt pengarang Manaqib-ul-Aarfeen,  juga telah mengunjungi Rumi di Konya.
Jalaluddin Rumi meninggalkan dua karya yang memberi dia kemasyhuran, Diwan dan Mathnawi yang abadi. Diwan,yang berisi 50.000 bait, terutama lirik mistik, pernah dianggap sebagai gubahan guru kebatinannya Shams-I-Tabriz, karena nama guru itu berkali-kali digunakan pada bait-bait akhir. Bagian terbesar karya ini digubah Rumi sesudah menghilangnya guru kebatinan itu, sementara Rida Quli Khan menganggap bagian utama karya ini digubah dalam memperingati kematian yang sang guru. Menurut Nicholson, “Suatu bagian bari Diwan digubah ketika Shams-I-Tabriz masih hidup, kemungkinan bagian terbesarnya diguah kemudian.”
Lirik-lirik Maulana penuh dengan kejujuran dan keagungan, emosi yang dalam dan semangat melupakan, yang memberi ciri karya-karya penyair mistik Persia, termasuk Sanai dan Attar. Lirik ini bebas dari ornamentasi dan pasitivi (hiasan dan ketidakpedulian), seperti yang lazim pada lirik Salman Khakani,dan Anwari.
Itulah masa berkembangnya penyair-penyair madah (panegyrists) besar di Persia, begitu hebat hingga penyair-penyair sekaliber Sa’di dan Iraqi puin tak bisa menahan diri mencoba-coba menggubah syair-syair pujian.
Tetapi, Maulana Rumi mengelakkan diri dari keburukan sosial yang tumbuh ini. Dia membatasi puisinya pada penerjemahan jujur perasaannya yang sesungguhnya ke dalam syair. Naluri dengan kelimpahan perasaan, lirik-liriknya mempunyai pesona puitik yang kuat, yang mengangkat seseorang kedunia yang lebih tinggi. Di menggugah perasaan-perasaan manusia yang lebih tinggi dan mulia.
Dengan keruntuhan kekuasaan Seljuk di Persia, pelindung para penyair pun lenyap. Sejak itu penyair memberi perhatian yang lebih besar kepada lirik, sebaliknya dari syair pujian. Penyair-penyir yang memperhalus lirik, dan membuana menjadi wahan perasaan-perasaan yagn tulus, adalah Rumi Sa’di, dan Iraqi. Maulana sendiri seorang mistik eremashur, maka dia secara setia menggambarkan berbagai taraf dari cinta, yang telah dialaminya dalam hidupnya.   
                   Mathnawi, karyanya yang abadi, tak diragukan lagi adalah buku yang paling popular dalam bahasa Persia. Buku ini telah diterjemahkan ke berbagai bahasa Timur dan Barat, dan telah memberinya tempat terhormat di antara sedkit penyair abadi di dunia. Menurut  penul;is buku Majma-us-Safa, empat buah buku terbaik dalam bahasa Persia adalah Shahnam-I-Firdausi, Gulistan-I-Sadi, Mathnawi-I-Rumi dan Diwani-I-Hafiz tetapi karya Rumi Mathnawi dianggap paling popular dari semua. Sejak semula dia menjadi kesayangan kaum intelektual dan agamawan. Sejumlah ulasan telah ditulis tentang buku ini.
                   Karya Maulana yang terdiri dari 6 buku dan memuat 26.660 bait, dan diselesaikan dalam 10 tahun. Menurut pengarangnya, Mathnawi berisi, “Akar-akar agama dan penemuan kegaiban-kegaiban alam dan pengetahuan Ketuhanan”. (Pengantar bahasa Arab pada Buku I). “Di dalamnya terdapat sejumlah besar anekdot pengembaraan,” tulis Browne dalam Sejarah Literer Persia. “Juga mengenai banyak watak, yang agung maupun dan bermartaat, yang aneh-aneh, diselingi penyimpanagan-penyimpangan mistik dan teosofi. Bahkan watak yang paling sulit dimengerti, dalam kontras yang tajam dengan bagian-bagian penceritaan, sekalipun menampilkan beberapa gaya ucapan yang pelik, bisa ditulisnya dalam bahasa yang sederhana dan terang. “Buku itu luar biasa, dibuka dengan spontan, tanpa lagu-lagu pujian (zikir) yang lazim, hanya dengan bagian yang indah dan terkenal, diterjemahkan oleh Almarhum Profesor E.H. Palmer dengan judul Nyanyian Buluh.
                   Mathwani (sajak naratif yang panjang) sebagai bentuk persajakan memulai kelahirannya dalam perlindungan Mahmud dari Ghaszani. Firdausi kemudian menjadikan bentuk ini sebagai wahana mengisahkan sejarah lama Persia dalam karyanya yang abadi, Shah Nama. Setelah itu, Hakim Sinai menulis Hadiqa, syair mistik pertama dalam bahasa Persia, kemudian diikuti oleh Khwaja Fariduddin Attar, dengan menulis beberapa Mathwani yang penuh dengan pemikiran mistik. Tetapi, Mathnawi Jalaluddin Rumi yang menandai klimaks persajakan puitik mistik, dan termasuk dalam syair-syair abadi di dunia.
                   Di antara faktor yang mendukung popularitas karya padu yang tiada tertandingi ini adalah keagungan pikiran dan kehalusan kumpulan gagasan, yang disajakkan dengan cara sederhana luar biasa, hampir-hampir tidak ditemukan dalam bahasa lain. Nilai-nilai etik dan mistiknya dengan indah diungkapkan melalui kisah-kisah yang cerdas, dan perumpamaan-perumpamaan yang diambil dari kehidupan sehai-hari. Cara Malauna menerangkan problem-problem etik dan mistik yang berseluk-beluk itu, melalui cerita-cerita yang realistis, cukup menunjukkan bahwa ia mempunyai wawasan yang tajam kedalam rahasia-rahasia watak manusia. Bersama dia, seni mengajarkan moralitas melalui cerita, seperti dalam kehidupan sebenarnya, telah mencapai puncaknya. Dia menunjukkan sifat-sifat yang sebenarnya, telah mnecapai puncaknya. Dia menunjukkan sifat-sifat buruk manusia yang tersembunyi dengan cara sedemikian rupa, sehingga orang merasa telah mengetahui hal itu sebelumnya.
                    Ciri pokok syairnya adalah keagungan pikiran dan kesederhanaan serta spontanitas penyajiaannya. Sebaliknya dari pesimisme dan kehidupan pasrah, seperti yang diperaktekkan dan dikhotbahkan oleh kaum mistik secara umum, Maulana mengajarkan optimiseme yang sehat, dan suatu kehidupan yang penuh denagan ekegiatan. Dalam salah satu ceritanya, di  mempertahankan, bahwa kepercayaan diri sendirilah yang dimaksud oleh majikan ketika memberikan pacul ke tangan seorang buruh. Dengan cara yang sama pula Tuhan memberi kita tangan dan kaki, dan ingin agar kita menggunakan pemberian Tuhan itu. Sebab itu, hidup menolak dunia dan pasrah sesungguhnya bertentangan dengan kemauan Tuhan. Islam mengajarkan, seseorang harus berusaha sebaik-baiknya dan menyerahkan keputusannya kepada-Nya.
                   Sebelum bertemu dengan Shams-I-Tabriz, Maulana menjalani kehidupan semarak dan penuh kemegahan. Kemana saja ia pergi, dia diiringi oleh sejumlah besar pengikut dan murid. Sesudah itu dia menghabiskan waktunya dalam doa dan renungan. Biasanya di menghabiskan seluruh malam dengan shalat.
                   Dia sangat berprikemanusiaan dan pemurah. Penguasa-penguasa negeri tetangga dan orang-orang istananya mengirimkan hadiah-hadiah berharga, yang biasanya disedekahkan secara merata oleh Rumi di antara kaum miskin. Jika tidak ada makanan di rumhahnya, dia malah senang sekali malah berkata, “Hari ini rumah kita serupa dengan rumah para wali.” Dia begitu pemurah, sehingga bisa menawarkan apa yang lekat di badannya kepada seseorang yang memerlukan.
                   Dia menjauhi pergaulan dengan para penguasa dan orang istana. Para penguasa dan para mentri saling bersaing untuk menjadi orang yang disenangi oleh Rumi. Mereka sewaktu-waktu mengunjungi Maulana, tapi dia selalu mengelak sedapat mungkin.
                   Jalaluddin konon diberkahi dengan kekuatan ghaib sejak masa kanaknya. Tentang hal itu,  ada anekdot sebagai beriktu:
                   Sebagai anak kecil berumur 11 tahun, pada suatu hari Rumi bermain-main dengan teman-temannya di atas atap rumahnya. Rumi menganjurkan mereka sebaiknya pindah ke rumah depan, dan meneruskan bermain di sana. Tapi, dia sendiri tak mau turun  bersama merea, dan mengatakan bahwa dia akan melompat kerumah depan, sekalipun ada jalan yang lebar di antara kedua rumah itu. Itu lebih baik dari pada menuruni tangga. “Bagaimana hal itu mugkin? Kalau bukan jin, dan kau pun tak mempunyai lampu Aladdin untuk membawa kau keseberang melalui atap,” teriak teman-temannya. Ketika mereka sampai ke atap di seberang jalan itu, teman-temannya tercengang menemui Rumi sudah di sana.
                   Jalaluddin wafat pada 1273 M, dan dimakamkan dalam makam besar yang dibangun melingkupi kuburan ayanya di Konya, oleh Alauddin Kaikobad, penguasa Seljuk. Rakyat dari segala golongan dan lapisan mengantarkan jenazahnya, menangis dan meratap. Orang-orang Kristen dan Yahudi membacakan kitab-kitab mereka. Raja Seljuk, yang ikut mengantarkan jenazahnya, bertanya kepada orang-orang ini, apa hubungan mereka dengan Maulana yang shaleh itu. Mereka menjawab, “Jika yang meniggal ini sekiranya sama dengan Muhammad saw bagi Anda, maka dia bagi kami seumpama Kristus dan Musa.” Seluruh penduduk keluar untuk memberikan penghormatan terakhir pada orang suci yang berangkat itu.
                   Jalaluddin Rumi adalah seorang penyair penting, seorang sufi  termasyhur, dan atas segalanya, seorang besar. “Dia tak diragukan lagi adalah penyair Sufi yang paling ulung, yang telah dilahirkan Persia,” tulis Browne, “sementara karya mistiknya Mathawani pantas mendapat tempat di antara puisi besar segala zaman.”
         

Jalaluddin Rumi, Penyair Sufi Terbesar dari Konya-Persia

          Dua orang bertengkar sengit di suatu jalan di Konya. Mereka saling memaki, “O, laknat, jika kau mengucapkan sepatah makian terh...