Jumat, 10 Mei 2013

Sophist, arti dan awal kemunculannya



Sophist berasal dari kata yunani Sophistikos, Sophistes berarti “bijaksana, pintar, halus”,[1] dari kata ini Sophist diartikan sebagai seorang yang mencintai kebijaksanaan. Kata Sophist dalam budaya yunani pra-socrates digunakan untuk sinonim dari filosof, professor ataupun guru.[2] Mereka yang memiliki ketrampilan khusus sebagai pembuat kereta perang, senjata dan alat-alat pertempuran disebut sebagai Sophist. Istilah Sophist sudah dikenal bahkan sebelum thales (550 SM) abad ke-6 SM, dengan makna ini Thales bisa disebut juga sebagi seorang Sophist (filosof).
Kata Sophist mengalami perubahan makna ketika memasuki Athena pada pertengahan abad ke-5 SM.[3] Sophist menjadi hanya sebagai nama sebuah gerakan guru keliling yang mengajar untuk mendapatkan uang.[4] Mereka mengajari anak-anak bangsawan Athena, dan mereka yang mampu membayar; cara berdebat, retorika dan orator.[5] Ketrampilan tersebut dibutuhkan oleh masyarakat Athena untuk membela diri dalam persidangan dihadapan dewan mahkamah Athena yang berjumlah 1505 orang dalam arena yang luas sehingga membutuhkan cara mengartikulasikan suara dalam ketrampilan orasi[6]. Athena sejak awal dikenal sebagai negara yang demokratis , meskipun demokrasi Athena belum menyentuh kelompok budak dan wanita, namun dibandingkan Sparta yang menganut pemerintahan oligarki, Athena lebih demokratis.[7]
Perang antara orang-orang Athena dari kota-kota Ionia dengan orang-orang Persia pada permulaan abad ke-5 SM, yang dimenangkan Athena pada pertempuran di Marathon pada tahun 409 SM[8], memberikan kepercayaan yang luar biasa kepada seluruh masyarakat Athena saat itu. Kemenangan itu memberikan pelajaran bagi penduduk negara-kota Athena, bahwa negara kecil dengan peradaban yang lebih tinggi akan mampu mengalahkan negara besar dengan kebudayaan barbaric atau tradisional.[9] Hal itu mendorong masyarakat Athena untuk mengembangkan diri dengan keilmuan dan ketrampilan. Peluang demikian diambil oleh kelompok Sophist untuk mengajari apa yang mereka butuhkan dengan meminta bayaran. Dari sinilah makna Sophist berubah menjadi kelompok guru keliling yang mengajarkan ketrampilan pidato, retorika, berdebat dan berargumentasi dalam rangka mencari uang.[10]
Kekalahan Athena oleh Sparta pada tahun 404 SM, menyebabkan perubahan landasan nilai-nilai moral yang diyakini selama ini oleh masyarakat Athena. Athena menemukan padanan bagi landasan nilai-nilai masyarakat dengan nilai-nilai yang diyakini masyarakat yang lain. Hal tersebut mengundang perdebatan dalam rangka menemukan nilai hidup yang dianggap paling baik. Jika zaman thales abad ke-6 SM filosof menanyakan; “Terbuat dari apakah dunia?”, “Apa yang membuat dunia bisa bertahan?” maka pada paruh abad ke 5 SM, setelah peristiwa ini, pertanyaan-pertanyaannya adalah; “Bagaimana seharusnya kita hidup?” pertanyaan dasarnya adalah “Apakah kebenaran itu?”. Inilah pertanyaan Socrates; filosof yang hidup saat itu, dengan itulah Socrates dikenal sebagia filosof moral pertama. Pertanyaan-pertanyaan itu pula yang diajarkan Sophist kepada murid-muridnya dalam rangka menguasai wacana. [11]


[1] http://en.wikipedia.org/wiki/Sophism  diakses pada tanggal 08 Agustus 2008
[2] The word ‘Sophist’ had originally no bad connotation; it meant, as nearly as may be, what we mean by ‘professor
[3] http://www.historyguide.org/ancient/lecture8b.html kamis 010109, 15; 13
[4] Ibid
[5] http://www.cyberspacei.com/jesusi/inlight/philosophy/western/Sophists.htm#_Toc504873057 kamis, 010109, 23:16
[6] Bertrand Russell, History of Western Philosophy and its Connection with Political and Social Circumstances from  The Earliest Times to the Present Day, Terjemahan Indonesi “Sejarah Filasafat Barat, Kaitannya dengan kondisi-sosio Politik Zaman Kuno hingga sekarang” (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, Cet. III, 2007)hlm: 101
[7] Blackwell, Christopher, Demos; Clasical Athenian Democracy 28 February 2003. The Stoa: a Consortium for Scholarly Publication in the Humanities. 25 April 2007
[8] Bertrand Russell, Op.cit hlm: 108
[9] The causes which determined the above passage were many, and the most important of these were the following: (1) The Greek victory over the Persian army, which showed how much a small but cultured people can do against a numberless but disordered multitude of barbarians; (2) Contact with other populations living in different countries and practicing different customs, and the resultant investigation of the real value of morality and justice; (3) The democratic constitution of Athens, by virtue of which every citizen could aspire to some position in public administration and, with this end in view, the necessity of everyone's developing his personality through culture and education. http://www.radicalacademy.com/philSophists.htm 010109 kamis, 13; 0
[10] http://atheism.about.com/library/glossary/general/bldef_Sophists.htm wandering around the country teaching people how to think, reason and argue. Their work was considered especially valuable because in the developing Athenian democracy, people needed the skill to discuss issues, reason about issues, and persuade others to adopt new views.
[11] Brayan Magee, Story of Philosophy, Copyright © 1998, 2001 Dorling Kindersley Limited, London Text Copyright © 1998, 2001. Edisi Indonesia, The Story Of Philosophy (Yogyakarta, Kanisius, Cet. 5 2008)Hlm; 11-13

Jalaluddin Rumi, Penyair Sufi Terbesar dari Konya-Persia

          Dua orang bertengkar sengit di suatu jalan di Konya. Mereka saling memaki, “O, laknat, jika kau mengucapkan sepatah makian terh...