Kamis, 02 Mei 2013

Otentisitas dan Otoritas al-Qur'an


1           Al-Qur’an memperkenalkan dirinya dengan berbagai ciri dan sifat.[1] Salah satu ciri dan sifat itu adalah bahwa ia merupakan kitab yang keotentikannya dijamin oleh Allah.[2] Dengan jaminan ini, setiap Muslim percaya bahwa apa yang dibaca dan didengarnya sebagai Al-Qur’an tidak berbeda dari apa yang pernah dibaca oleh Rasulullah saw, dan yang didengar serta dibaca oleh para sahabat Nabi saw. Al-Qur’an tidak mengalami perubahan redaksi maupun makna pada masa transmisi dan kodifikasinya sebagaimana dialami kitab-kitab suci sebelumnya.[3]
Sejarah Al-Qur’an jelas dan terbuka. Tidak seperti dugaan dan kesimpulan para orientalis.[4] Ia memperkenalkan dirinya sebagai firman-firman Allah dan membuktikan hal tersebut dengan menantang siapa pun untuk menyusun seperti keadaannya.[5] Tentu saja ini merupakan bukti yang kuat bahwa Al-Qur’an yang berada di tangan kita sekarang adalah Al-Qur’an yang turun kepada Nabi saw. tanpa pergantian atau perubahan redaksi.
Otoritas Al-Qur’an terletak pada kebenaran dan finalitas nilai yang dikandungnya. Tidak ada keraguan atasnya, sebab ia mutawatir berasal dari Allah dan dinukil secara qhat’i.[6] Hukum-hukum yang terkandung di dalamnya merupakan aturan-aturan (syaraai`) yang wajib dipatuhi sepanjang sejarah manusia.[7] Menjadi petunjuk dilalah dan irsyad (penjelasan dan bimbingan),[8] ruh (menjadikan hati hidup penuh dengan makna) dan cahaya yang menghidupkan serta menggerakkan hati untuk takut kepada Allah serta mencintai-Nya. Menerangai jalan yang terbentang di hadapan manusia sehingga tampak segala yang ada di hadapannya. Apakah jalan yang ditempuhnya adalah jalan yang di inginkan oleh Allah, ataukah jalan orang-orang telah mengalami kanker epistemologis (tidak mampu melihat kebenaran).[9]



[1] Al-Qur’an menerangkan sifatnya sebagai: al-huda, ar-rahmah, al-zikr, al-mau’izhah, as-syifa’, at-tazkirah, al-mubin, al-balagh, al-basyir wa an-nadzir, al-basha ir, al-bayan, an-nur, dll. Lihat: [QS: al-Baqarah: 2], [QS: Luqman: 3], [QS: al-Anbiya’: 5], [QS: Ali imran: 138], [QS: al-Isra’: 82], [QS: al-Muddatsir: 54], [QS: Yusuf: 2], [QS: al-Anbiya’: 105], [QS: Fusshilat: 4], [QS: al-Jatsiyah: 20], [QS: Ali Imran: 138], [QS: an-Nisa’: 174], [QS: al-Furqan: 1], dll.  
[2]  Lihat; [QS: al-Hijr: 9]
[3] Lihat: [QS: al-Haqqah: 44-46]  tentu saja sepeninggal Rasulullah, Allah belum pensiun dari memelihara Al-Qur’an. Lihat: [QS: al-Qiyamah: 16-19]
[4] Beberapa orientalis yang gigih untuk meruntuhkan keautentikan al-Qur’an, seperti: Yohannes dari Damascus (35­133 hijriah./675-750 Masehi), Peter The Venerable (1084-1156 Masehi), Robert of Ketton (1084-1156 Masehi), Raymond Lull (1235-1316 Masehi), Martin Luther (1483-1546 Masehi), Ludovico Marraci (1612-1700 Masehi). Abraham Geiger (1810-1874) dengan disertasinya yang berjudul What hat Mohammaed aus den Judettum aufgenommen?, Noldeke (1836-1930), Goldziher (1850-1921), Hurgonje (1857-1936), Bergstrasser (1886-19330, Tisdall (1859-19280, Jeffery (d.1952) dan Schact (1902-1969). Teori mereka menyebut bahwa Al-Qur’an dan hadith merupakan produksi masyarakat yang selama dua abad secara fiktif dinisbahkan pada seorang Nabi Arab berdasarkan prototype yang dilakukan oleh orang Yahudi yang tentunya merupakan pendekatan paling keji dalam menepis AI-Qur’ an dari statusnya yang suci. Lihat: Musthafa A’zhami dalam bukunya, The History of the Qur’anic Text, From Revelation to Compilation: A Comparative Study with the Old and New Testament, membongkar habis-habisan serangan orientalis dan berbagai kalangan lain terhadap al-Quran. hal: 1 – 14
[5]  Lihat: [QS: al-Baqarah: 23], [QS: Yunus: 38]
[6]  Mengenai proses transmisi dan kompilasi al-Qur’an bisa dilihat di: Musthafa A’zhami, ibid,
[7] Abdul Wahab Khallaf,‘Ilmu Ushul Fiqh, Kairo: Maktabah al-Da’wah al-Islamiyah, 1990, hal. 24.
[8]  [QS: al-Isra’: 9-10]
[9] Selain itu, al-Qur’an juga ber-otoritas untuk membedakan antara haq dan bathil, [QS: Al-Furqaan:1], ber-otoritas menghapus keragu-raguan akan kebenaran, dll

Jalaluddin Rumi, Penyair Sufi Terbesar dari Konya-Persia

          Dua orang bertengkar sengit di suatu jalan di Konya. Mereka saling memaki, “O, laknat, jika kau mengucapkan sepatah makian terh...