Kamis, 02 Mei 2013

Contoh Penulisan Paragraf Ilmiyah 2


Fenomena ketuhanan tampaknya merupakan fakta universal. Hal ini tidak saja dapat ditemukan pada masyarakat modern tetapi juga pada masyrakat yang paling primitive sekalipun.[1] Kajian sejarah tentang asal usul agama telah membuktikan kenyataan ini. Louis Berkhof di dalam karyanya, Systematic Theology, menegaskan bahwa ide tentang Tuhan secara praktis bersifat universal pada ras manusia. Hal ini juga ditemukan diantara bangsa-bangsa dan suku-suku yang tidak memiliki peradaban.[2]  Sebagian teolog dan pakar filsafat agama menyatakan bahwa fenomena ketuhanan sebenarnya telah terlembaga pada diri manusia sebagai bawaan (innate idea of God).[3] Bahkan lebih dari itu, ide tentang ketuhanan dalam diri manusia oleh beberapa kalangan sudah dikategorikan bersifat naluriah (instinctive).[4] Dan berdasarkan teori ini manusia secara naluriah percaya adanya Dzat diluar dirinya sendiri. Bagi sebagian kelompok lain, ide tentang ketuhanan merupakan tuntutan akal (the voice of reason).[5] Sekalipun manusia mungkin telah ditakdirkan untuk ingin tahu akan hal-hal yang paling misterius dari fenomena ketuhanan, kita perlu membedakan antara eksistensi ide Tuhan yang tertanam dalam jiwa manusia dan perkembangan ide ketuhanan dalam kesadaran manusia itu sendiri. Perkembangan ide Tuhan dalam kesadaran tidak sama dengan perkembangannya pada manusia atau bangsa lain.[6] Yang artinya, fenomena gagasan ketuhanan mengalami perkembangan sesuai karakteristik budaya dan peradaban manusia.[7] Ernst Cassirer menggambarkan perubahan sikap mental Yunani dari situasi mistis menuju pengembangan intelektualitas yang ditandai dengan transformasi intensif dari struktur bahasa magis menjadi bahasa metafisis, kemudian berkembang menjadi bahasa logis dan terakhir menjadi prinsif pengetahuan bagi manusia.[8] Bahkan tidak hanya berkembang sesuai karakteristik budaya dan peradaban, fenomena ketuhanan juga berhasil membentuk karakteristik budaya dan peradaban itu sendiri, baik dalam aspek social maupun politik.[9]



[1]  Karen Armstrong, Sejarah Tuhan kisah pencarian Tuhan yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi, Kristen, dan Islam selama 4000 tahun, Penerbit Mizan, Bandung, 2003, hal. 27.
[2] Louis Berkhof, Systematic Theology, WM.B. Eerdmans Publishing Co, United States of America, 1981, hal. 27.
[3] Sheed’s, Dogmatic Theology, Thomas Nelson Publishers, United States of America, 1980, hal. 199. Sebelumnya teori ini dipopulerkan oleh Rene Descartes, teori bawaan (the theory of innate ideas) dan teori hasrat bawaan kepada Tuhan (the theory of innate yearning for God). Dan kesadaran ini menurut Calvin “dianugrahi dengan pengetahuan Tuhan (Human mind is naturally endowed with the knowledge of God), Encyclopedia of Philosophy, vol. 2, Macmillan Publishing Co. In & The Free Press, New York-London, hal. 148.
[4] Teori ini dipopulerkan oleh Seneca di dalam bukunya Epistulae Morale, yang dikenal dengan argument bentuk biologis (Biological form of argument). Teori ini menyebutkan bahwa adanya Tuhan dapat diseimpulkan dari perasaan Tuhan yang tertanam (secara biologis) dalam jiwa manusia, Encyclopedia of Philosophy, vol. 2, Macmillan Publishing Co. In & The Free Press, New York-London, hal. 148.
[5] Kelompok ini menyatakan bahwa pengakuan adanya Tuhan pada seluruh manusia disebabkan oleh tuntutan intelektualitasnya. Teori ini juga dikenal dengan teori dilemma antiskeptis (the atsikeptical dilemma) yang dicetuskan oleh G.H. Joyce dalam bukunya The Priciples of Natural Theology, teori ini dapat diringkas bahwa, pada kenyataanya seluruh manusia baik di masa lalu maupun sekarang ditemukan sebagai makhluk yang percaya pada Tuhan. Kepercayaan ini bukanlah disebabkan oleh kecenderungan alamiahnya, tetapi disebabkan oleh tuntutan akan sifat yang jelas dan tegas. Encyclopedia of Philosophy, vol. 2, Macmillan Publishing Co. In & The Free Press, New York-London, hal. 150.
[6]  Sheed’s, Dogmatic Theology, Thomas Nelson Publishers, United States of America, 1980, hal. 206.
[7]  Bertrand Russell menjelaskan: Ketika agama memiliki kaitan erat dengan pemerintahan suatu imperium, maka motif-motif politik memberikan banyak andil dalam mengubah ciri-ciri primitive agama. Agama bangsa Mesir dan babilonia, sebagaimana kepercayaan kuno lainnya, pada dasarnya mengkultuskan kesuburan. Bumi adalah betina, matahari adalah jantan. Sedangkan diseluruh Asia barat, Bunda yang agung dipuja dengan perbagai nama. Ketika bangsa Yunani yang menduduki Asia kecil mendirikan kuil untuk memuliakannya, mereka menyebut sang dewi itu Artemis. Dan inilah asal mula Diana dewi bangsa Ephesus. Dan selanjutnya agama Kristen mengubahnya menjadi Maria sang perawan, dan adalah Konsili Ephesus 431M yang mengukuhkan gelar “Ibunda Tuhan” bagi Bunda Maria. Sejarah Filsafat Barat, kaitannya dengan kondisi seosio-politik zaman kuno sampai sekarang, hal. 5
[8]  Ernst Cassier, Manusia dan Kebudayaan, Gramedia, Jakarta, 1987, hal. 168-169.
[9] Sebagaimana dijelaskan Bertrand Russell, agama nabi Muhammad adalah monotheism yang sederhana, tidak dirumitkan oleh trinitas dan inkarnasi. Agama Muhammad ditugaskan untuk menaklukkan dunia sebesar mungkin untuk Islam, tetapi tidak diperbolehkan untuk menganiaya pemeluk agama lain. Hal ini berseberangan dengan Katholik, menyebarkan pengaruhnya lewat trinitas yang rumit dan diwarnai penyiksaan pada pemeluk agama lain. Perluasan wilayah kekuasaan Islam adalah bagian dari da’wah yang tidak dibenarkan untuk mengeksploitasi harta wilayah kekuasaan. Hal ini berseberangan dengan imperialism bangsa-bangsa Eropa. Sejarah Filsafat Barat dan kaitannya dengan kondisi sosio-politik zaman kono hingga sekarang, hal. 558-569. 

Jalaluddin Rumi, Penyair Sufi Terbesar dari Konya-Persia

          Dua orang bertengkar sengit di suatu jalan di Konya. Mereka saling memaki, “O, laknat, jika kau mengucapkan sepatah makian terh...