إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الإِسْلاَمُ
وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلاَّ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ
بَغْيًا بَيْنَهُمْ وَمَنْ يَكْفُرْ بِآَيَاتِ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ
(آل عمران : 19)
Makna dasar dari al-din dalam bahasa adalah
balasan/imbalan[1]
dan ketaatan.[2] Dinamakan din karena
ia menjadi sebab adanya balasan.[3]
Sedangkan Islam, makna dasarnya dalam bahasa bisa dilihat dari beberapa sudut. Pertama;
sebagai ungkapan ketundukan pada Islam atau mengikut di dalamnya. Kedua: selamat
atau berintegrasi dalam keselamatan. Ketiga: menurut ibn Anbari[4], Seorang
muslim adalah seorang yang ikhlas menghambakan dirinya pada Allah, Maka Islam
adalah mengikhlaskan din dan aqidah pada Allah ta’ala.
Sedangkan dalam pandangan syari’at, Islam adalah iman. Artinya, Islam
adalah satu-satunya din yang diterima oleh Allah sebagai Sang Pencipta.
Dan jika ada iman selain Islam, bisa dipastikan bahwa iman itu bukanlah iman
yang diterima di sisi Allah.[5] Defenisi Islam bukanlah sesuatu yang relative yang bisa dipelintir
menjadi segala bentuk ketaatan pada Tuhan, yang dengan defenisi relative
tersebut segala din bisa dikatakan sebagai keselamatan di sisi Allah.[6] Seseorang
dikatakan muslim berkaitan dengan apa yang ia tampakkan, begitu juga dengan
iman. Dan jika seseorang mendaku sebagai penganut Islam pada lahirnya namun
pada batinnya ia inkar, ia disebut sebagai munafiq.[7]
[1]
Lihat: QS: Fathihah: 4, QS: al-Dzariyat: 6, QS:
[2]
Lihat: QS: al-Baqarah: 193,
[3] Lihat: QS: al-Haj: 78
[4]
[5] {إِنَّ الدّينَ عِندَ الله الإسلام} {وَمَن يَبْتَغِ
غَيْرَ الإسلام دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ} [آل عمران:85] {قَالَتِ الأعراب ءَامَنَّا
قُل لَّمْ تُؤْمِنُواْ ولكن قُولُواْ أَسْلَمْنَا} [الحجرات : 14]
[6]
{وَلاَ تَنْكِحُواْ المشركات
حتى يُؤْمِنَّ} [البقرة: 221] ayat ini menjelaskan adanya dinding pemisah yang
absolut antara iman (ketaatan pada Allah) dan syirk (ketaatan pada selain
Allah).