Kamis, 25 April 2013

Makna Islam Sebagai Din


Dalam hal ini adalah penting untuk mengkonsepkan Islam sebagai  dÊn dan bukan hanya sebagai religion (agama) sebagaimana dipahami oleh barat.  Dalam sejarah panjangnya, Islam tidak pernah menciptakan pemisahan antara ilmu pengetahuan dan agama, dan umat Islam juga tidak pernah diteror oleh semisal inkusisi gereja atau moral yang diktator.  Kenyataanya, para penganut Islam menjadi berperadaban dan dapat mencapai kemajuan ilmu pengetahuan ketika mereka menerima Islam secara utuh.[1]
Dalam sejarah pemikiran Islam para ulama telah memberi penjelasan tentang makna dÊn dalam kaitannya dengan Islam. Aliran ×anafÊ-MÉturidÊ mencoba menjelaskan konsep religion sebagai petunjuk yang mempunyai kandungan keyakinan, penyerahan diri dan komandemen hukum, yang dibawa oleh ajaran Nabi S.A.W. AbË ×anÊfah misalnya tetap berpendapat bahwa Islam mempersyaratkan pada para pengikutnya dua hal: Iman dan Amal, dan keduanya merupakan hal yang penting bagi seorang muslim sejati. Singkatnya, istilah dÊn mencakup keyakinan dan perbuatan.[2]
Dalam menjelaskan makna dÊn, al-BÉqillÉnÊ, salah seorang murid dari al-‘Ash‘arÊ membedakan berberapa kemungkinan pergertian:
1) pembalasan  berhubungan dengan pemberian ganjaran (dalam ungkapan yawm al-dÊn);
2) perhitungan dalam makna keputusan hukum (Íukm);
3) Doktrin, komonitas beragama, menyiratkan keimanan, kepatuhan, dan praktek dari sebuah keyakinan;
4) dÊn al-Íaq, dimana Islam: membiarkan dirinya sendiri dipimpin oleh Tuhan dan menyerahkan diri sepenuhnya kepadaNya.[3]
Al-JurjÉnÊ, di sisi lain, mendefinisikan dÊn sebagai sebuah adat-kebiasan yang bersifat ketuhanan (waq’) dimana makhluk  yang dianugerahi akal menerimanya dari Nabi S.A.W. [4] Definisi serupa diulang lagi dalam  karya-karya dari aliran Ash‘arÊ. Sementara dalam pandangan  BÉjËrÊ, dÊn merupakan korpus peraturan (aÍkÉm) dimana Tuhan telah menyampaikannya melalui suara Nabi S.A.W.[5]
  Secara umum ada tiga kata yang digunakan didalam Al Qur’an untuk istilah religion atau agama.[6] Istilah tersebut yakni dÊn, millah dan ummah. Istilah pertama dÊn menunjukan makna religion dalam artian dasarnya, sementara poin kedua bermakna tradisi keagamaan atau peradaban, dan yang terakhir berkonotasi dengan komunitas sosial-politik dan moral-agama.[7] Ketiga-tiganya juga teridentifikasi dalam Al Qur‘an dengan istilah IslÉm.[8]   Ketiga istilah ini akan dikaji sedemikan rupa mengapa itu semua muncul sebagai manifestasi sosial dari satu realitas,  yakni  penyerahan diri sebagaimana dicerminkan oleh Al-Qur’an di dalam realitas prakteknya.
  Menurut para mufassirËn, ada tiga elemen dasar yang sesuai dengan konsep dÊn: makna agama, makna perhitungan, pembalasan; dan makna kebiasaan tradisi, pandangan hidup, atau aturan hukum.[9] Al Qur‘an memakai kata dÊn dalam kata kerja pasif yang mana hal tersebut mempunyai makna perhitungan, pembalasan atau ganjaran  sebagaimana terdapat dalam sËrah al-ØÉffÉt (37): 53 berikut ini:
Apakah apabila kita sudah mati dan kita jadi tanah dan (tinggal) tulang-tulang, bahwa kita akan diberi ganjaran (madÊnun)?
Dalam  kajian semantiknya terhadap istilah dÊn dalam Al-Qur‘an, Izutsu memberikan komentar terhadap ayat diatas sebagai berikut:
  ...dikatakan dengan jelas di sini tentang Hari Pembalasan. Hari pembalasan (yawm al- dÊn)  tepatnya merupakan hari dimana semua manusia tanpa terkecuali akan diberi balasan (madÊnËn) atas apa saja yang telah mereka perbuat di dunia fana sekarang ini. Dan ini merupakan makna  dÊn secara khusus di sini.[10]
        Dari konsepsi ini, seseorang dapat mencari makna dasar dari religion/agama yang merupakan konsep kepatuhan, pengabdian, dan ketergantungan yang mengimplikasikan bahwa manusia tergantung dalam keberadaannya kepada Dia yang perlu disembah dan dipatuhi perintahnya.



[1]  Bukti yang jelas dari penyataan yang dibuat oleh Marshall G. S. Hodgson, The Venture of Islam (Chicago: The University of Chicago Press, 1974), 1: 71; kata sambutan khusus yang diajukan oleh Montgomery Watt, untuk  the Islamic civilization and its influence in Western civilization; lihat The Influence of Islam in Medieval Europe (Edinburgh: Edinburgh University Press, 1972), 2; lihat juga, Salma Bishlawy, Islam, in Living Schools of Religion (Religion in the Twentieth Century), ed Vergilius Ferm  (New Jersey: Littlefield: Adam & Co. Paterson, 1961).
[2] AbË ×anÊfah, al-Fiqh al-Akbar, (Hyderabad), 10-11 dikutip dalam, M. M. Sharif, A History of Muslim Philosophy, (Wiesbaden: Pakistan Philosophical Congress, 1963), 1: 247, lihat juga, RisÉlat al-‘Ólim wa al-Muta‘alim al-Wasiyyah, ed. MuΩamad al-KautharÊ, 229, dikutip dalam M. M. Sharif, A History of Muslim Philosophy, 1: 247; lihat juga, al-MÉturÊdÊ, al-TawÍÊd, 229.
[3] Al-BÉqillÉnÊ, al-TamhÊd, 345.
[4] Al-JurjÉnÊ, al-Ta‘rÊfÉt, 105; lihat juga, MuÍammad ‘AlÉ ibn ‘AlÊ al-ÙahÉnawÊ, Kashf al-IsÏilÉÍÉt wa al-FunËn, (Istanbul: 1984), 1: 503.
[5] Al-BÉjËrÊ, SharÍ Jawharat al-TawÍÊd (Beirut: Muassasat Anas ibn Malik, n.d.), 2; lihat juga E. I. ed. Lewis dkk, (Leiden: E.J.Brill, 1983 new edition), “Din”, 2, 294.
[6] Al-ShahrastÉnÊ, Al-Milal, 38; lihat juga  AbË al-QÉsim al-×usayn b. MuÍammad, al-AÎfahÉnÊ, Al-DharÊ‘at ilÉ MakÉrim al-SharÊ‘ah, ( Al-ManÎËrah : Kulliyat DÉr al-‘UlËm, 1987), 211.
[7] Untuk Analisa secara mendetail, lihat G. H. Asi, “Muslim Understanding of Other Religions, An Analytical Study of Ibn Hazm's KitÉb al-FaÎl fÊ al-Milal wa al- AhwÉ’ wa al-NiÍal.” Thesis Ph.D. tidak diterbitkan. (Philadelphia: Temple University, 1982, 1-31.
[8] G. H. Asi, al-DÊn,  66.
[9] Karena konsep dÊn merupakan salah satu konsept inti yang mendasar dalam Islam,  Para pengulas Al Qur’an tidak mencantumkan namanya khususnya ketika membahas definisi istilah dÊn. Phenomena ini dapat dilihat hampir disemua kitab tafsÊr  dari masa lampau sampai masa modern sekarang ini.
[10] Izutsu, God and Man in the Koran, 222.

Jalaluddin Rumi, Penyair Sufi Terbesar dari Konya-Persia

          Dua orang bertengkar sengit di suatu jalan di Konya. Mereka saling memaki, “O, laknat, jika kau mengucapkan sepatah makian terh...