Selasa, 19 Mei 2009

kesimpulan orientalis terhadap kajian Islam sangat mencurigakan

Validitas Teori dan kesimpulan orientalis terhadap kajian Islam sangat mencurigakan. Kajian al-Hadits misalnya, setidaknya ada tiga hal yang sering dikemukakan orientalis, yaitu tentang para perawi hadits, kepribadian nabi Muhammad SAW dan metode pengklasifikasian hadits. Ignaz Goldziher, seorang orientalis Yahudi kelahiran Hongaria contohnya, dalam bukunya yang berjudul Muhammedanische Studien, memastikan diri untuk mengingkari adanya pemeliharaan al-Hadits pada masa sahabat sampai awal abad kedua hijriyah. Begitu juga dengan Joseph Schacht yang juga sarjana barat keturunan yahudi, Schacht menyimpulkan dan meyakinkan bahwa tidak ada satupun Hadits yang otentik dari Nabi Muhammad, khususnya hadits-hadits yang berkaitan dengan hukum-hukum Islam.

Penelitian inipun ia tuangkan dalam sebuah buku berjudul (The origins of Muhammadan jurisprudence). Keduanya telah sepakat bahwa Hadits tidak memiliki otentitas sebagai sebuah ajaran yang bersumber dari Nabi Muhammad, keduanya bahkan membuat kiat-kiat mendistorsi teks-teks sejarah, membuat teori-teori rekayasa dan melecehkan ulama Hadits. Semisal tuduhan Goldziher terhadap Imam Ibn Syihab al-Zuhri (w. 123 H.). Menurut Goldziher, al-Zuhri pernah berkata, inna haula'I al-umara akrahuna 'ala kitabah ahaditst (para penguasa itu memaksa kami untuk menulis Hadits). kata 'ahaditst' dalam kutipan Goldizer tidak menggunakan "al" (al-ahaditst) yang dalam bahasa Arab memiliki makna definitif (ma'rifah), sementara dalam teks yang asli dalam kitab Ibn Sa'ad dan Ibn 'Asakir, adalah 'al-ahaditst' yang berarti Hadits-hadits yang telah dimaklumi secara definitif.

Dan demi menyatakan bahwa apa yang disebut Hadits adalah bukan sesuatu yang otentik dari nabi Muhammad, Schacht membuat teori tentang 'rekonstruksi' terjadinya sanad hadits. Teori ini kemudian dikenal sebagai teori Projecting Back (proyeksi ke belakang). Menurut Schacht, jurisprudensi Islam baru dikenal sejak masa pengangkatan para qadhi (hakim agama), yang baru diadakan pada dinasti bani Umayah. Tentu saja ini tidak lepas dari melecehkan kredibilitas ulama hadits, sembari menuduh mereka sebagai pemalsu. Contohnya: sahabat Abu Hurairah (w. 57 H.), Imam Ibn Syihab al-Zuhri (w. 123 H.), dan Imam Muhammad bin Ismail al-Bukhari (w. 256 H.).

Kita mengenal bahwa ketiga imam ini menempati posisi-posisi yang strategis dalam kajian ilmu hadits. Abu Hurairah adalah shahabat yang paling banyak meriwayatkan Hadits dari Nabi Muhammad. Dan al-Zuhri disebut-sebut sebagai orang yang pertama kali membukukan hadits. sementara al-Bukhari adalah tokoh yang menulis kitab paling otentik sesudah al-QurĂ¢n, yaitu kitab Shahih al-Bukhari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jalaluddin Rumi, Penyair Sufi Terbesar dari Konya-Persia

          Dua orang bertengkar sengit di suatu jalan di Konya. Mereka saling memaki, “O, laknat, jika kau mengucapkan sepatah makian terh...