Selasa, 23 April 2013

Tajdid (Pembaharuan)

Revolution

Pembaruan menjadi kata kunci yang selalu diperdebatkan, dipasarkan, dan dikampanyekan oleh segenap pemikir muslim dalam mengemukakan pemikirannya. Pembaruan (tajdīd) kadang diperdebatkan pada tataran definisi maupun aplikasi. Busthami M. Sa’id dalam karyanya Mafhūm Tajdīd al-Dīn misalnya, ia menjelaskan bahwa tajdīd merupakan penghidupan dan pembentukan kembali.[1] Artinya, tajdīd bisa mengandung tiga arti yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Pertama, bahwa sesuatu yang diperbaharui tersebut telah ada permulaannya dan dikenal banyak orang. Kedua, bahwa sesuatu itu telah berlalu beberapa waktu, kemudian usang dan rusak. Ketiga, sesuatu itu telah dikembalikan kepada keadaan semula sebelum usang dan rusak.[2] Maka upaya tajdid seharusnya adalah upaya untuk mengembalikan keutuhan dan kemurnian Islam kembali sebagaimana keadaannya pada masa salaf pertama (i’Édah al-dīn ilÉ mÉ kÉna ‘alaihi ‘ahd al-salaf al-shalih).[3] 



[1] Busthami M. Sa’id, Pembaharu dan Pembaharuan Dalam Islam, terj. Mahsun al-Mundzir, (Gontor: Pusat Studi Ilmu dan Amal, 1992), h.  8, 13
[2] Ibid, h.  3
[3] Pengertian ini merupakan kutipan Busthami dari pengertian yang dilontarkan Sahl al-Sha’luki (w. 387 H). Lihat:: Busthami M. Said, Pembaharu dan Pembaharuan Dalam Islam, h.  13. Pengertian Busthami tersebut dikuatkan oleh penjelasan Thahir ibn ‘Asyur yang mengatakan bahwa pembaharuan agama itu mulai direalisasikan dengan mereformasi kehidupan manusia di dunia. Baik dari sisi pemikiran agamisnya dengan upaya mengembalikan pemahaman yang benar terhadap agama sebagaimana mestinya, dari sisi pengamalan agamisnya dengan mereformasi amalan-amalannya, dan juga dari sisi upaya menguatkan kekuasaan agama. (Lihat: Muhammad al-Thahir Ibnu ‘Asyur, TahqīqÉt wa AnzhÉr fi al-Qur’Én wa al-Sunnah, (Tunisia: al-Syarikah al-Tunisiyah), t.th., h.  112-113)


Untuk pembahasan lebih lanjut, klik disini (arabic article by; Dr. Ahmad Khairy Amry)

Jalaluddin Rumi, Penyair Sufi Terbesar dari Konya-Persia

          Dua orang bertengkar sengit di suatu jalan di Konya. Mereka saling memaki, “O, laknat, jika kau mengucapkan sepatah makian terh...