Kamis, 25 April 2013

Shahih Bukhari dan Muslim; Tentang Hadist-hadist yang Menjelaskan Wanita dalam Islam


Beberapa Karakteristik Wanita Muslimah
Rasulullah saw. bersabda: "Sebenarnya wanita itu adalah saudara Kandung laki-laki." (HR Abū DÉud)[1] Umar ibnul KhattÉb berkata: "Demi Allah, pada zaman jahiliah kami menganggap wanita itu tidak ada artinya sampai turun ayat Allah mengenai wanita dan memberinya bagian tertentu." (HR BukhÉrÊ dan Muslim)[2] Dalam riwayat lain Umar berkata: "Pada zaman jahiliah kami tidak menghargai wanita sedikit pun. Tetapi tatkala Islam datang dan Allah menyebut-nyebut tentang mereka, barulah kami sadar bahwa mereka mempunyai hak pada kami." (HR BukhÉrÊ)[3]

Kemandirian Karakter Wanita
1. Bersama Laki-laki Wanita Menerima Seruan Allah Sejak Hari Pertama
Abū Hurairah berkata: "Ketika Allah menurunkan ayat Wa andzir 'asyiaratakatul aqrabin (peringatkanlah kerabat-kerabatmu yang terdekat), Rasulullah saw. berdiri lalu berkata: 'Hai orang-orang Quraisy, belilah diri kalian, aku tidak bisa membantu kalian dari siksa Allah sedikit pun. Hai Bani Abdi Manaf, aku tidak bisa membantu kalian dari siksa Allah sedikit pun. Wahai Abbas bin Abdul Muttalib, aku tidak bisa membantumu dari siksa Allah sedikit pun. Wahai Shafiyyah, bibi Rasulullah, aku tidak bisa membantumu dari siksa Allah sedikit pun. Wahai Fatimah binti Muhammad, mintalah sesukamu uang/hartaku, tetapi aku tidak bisa membantumu dari siksa Allah sedikit pun.'" (HR BukhÉrÊ dan Muslim)[4]

2. Wanita yang Lebih Dahulu Beriman daripada Suaminya
Abdullah bin Abbas berkata: "Aku dan ibuku termasuk golongan orang lemah/tertindas. Aku dari kalangan anak-anak dan ibuku dari kalangan wanita." (HR BukhÉrÊ)[5]
Dalam menguraikan bab ini BukhÉrÊ berkata: "Ibnu Abbas r.a. bersama ibunya termasuk diantara orang-orang yang lemah/tertindas. Dia tidak ikut bersama ayahnya dalam menganut agama kaumnya." Sementara Al-Hafizh Ibnu Hajar menjelaskan hadits tersebut sebagai berikut: "Nama ibunya Lubabah binti al-Harits al-Hilaliah (diberi gelar Ummul Fadhal, karena al-Fadhal adalah anak tertua dari keluarga Abbas). Kata-kata: 'Dia tidak ikut bersama ayahnya dalam menganut agama kaumnya,' adalah perkataan pengarang berdasarkan pengamatannya sebab Abbas masuk Islam setelah terjadinya Perang Badar. Namun pendapat ini masih dipertikaikan oleh para ulama. Yang benar adalah bahwa Abbas berhijrah pada awal tahun penaklukan Kota Mekah. Dia dating bersama Nabi saw., lalu ikut serta dalam penaklukkan tersebut." Wallahu a'lam.[6]

3. Wanita yang Mengajak Kaumnya Beriman
ImrÉn bin Hushain berkata bahwa mereka pernah bersama Nabi saw. dalam suatu perjalanan. Mereka terus melanjutkan perjalanan sampai malam hari. Setelah mendekati subuh mereka kelelahan dan istirahat. Mereka tertidur lelap sampai matahari sudah naik. Orang yang pertama kali bangun dari tidurnya adalah Abū Bakar. Biasanya tidak ada yang berani membangunkan Rasulullah saw. dari tidurnya sampai beliau bangun sendiri. Kemudian Umar terbangun dan Abū Bakar duduk di dekat kepala Rasulullah saw. Dia mengucapkan takbir dengan suara yang agak keras sehingga Rasulullah saw. terbangun. Rasulullah saw. segera turun, kemudian melakukan shalat subuh bersama kami. Salah seorang dari kaum/jamaah menghindarkan diri dan tidak ikut shalat bersama kami. Selesai shalat, Rasulullah saw. bertanya: "Hai fulan, apa yang menghalangimu sehingga tidak ikut shalat bersama kami?" Laki-laki itu menjawab: "Aku dalam keadaan junub." Lantas Rasulullah saw. menyuruhnya melakukan tayamum dengan tanah/debu yang suci. Kemudian laki-laki itu mengerjakan shalat. Setelah itu Rasulullah saw. Menyuruhku menaiki tunggangan di hadapan beliau. Ketika itu kami sudah merasa haus sekali. Tiba-tiba di tengah perjalanan kami bertemu dengan seorang wanita yang kedua kakinya terjuntai di antara dua girbah (gentong dari kulit) air besar (di atas tunggangannya). Kami bertanya kepadanya: "Dimana ada air?" Dia menjawab: "Aduh, tidak ada air." Kami bertanya lagi: "Berapa jauh jarak antara keluargamu dengan air?" Dia menjawab: "Satu hari satu malam (perjalanan)." Kami berkata: "Kalau begitu, pergilah temui Rasulullah saw.!" Wanita itu bertanya: "Apa itu Rasulullah?" Karena susah untuk menjelaskannya, akhirnya wanita itu kami bawa menghadap Rasulullah saw. Ketika ditanya oleh Nabi saw. jawabannya sama seperti apa yang dia katakan kepada kami sebelumnya. Cuma saja dia menambahkan bahwa dia menanggung beberapa anak yatim yang masih kecil-kecil. Lalu Nabi saw. memerintahkan untuk mengambil kedua girbah airnya yang masih kosong, kemudian mengusap mulut kedua girbah air tersebut. Akhirnya kami yang kehausan berjumlah empat puluh orang bisa minum sepuas-puasaya. Bahkan semua girbah dan bejana yang ada kami isi penuh dengan air. Hanya unta yang tidak kami beri minum. Sedangkan girbah-girbah air tersebut seakan mau meledak karena kepenuhan. Kemudian Rasulullah saw. berkata: "Kemarikanlah apa yang ada pada kalian." Akhirnya terkumpullah untuk wanita itu beberapa potong roti dan kurma hingga bisa dia bawa kepada keluarganya. Wanita itu bercerita (kepada kaumnya): "Aku bertemu dengan orang yang paling hebat sihirnya, atau dia itu adalah seorang nabi sebagaimana yang mereka katakan." Lalu Allah memberi petunjuk (hidayah) kepada kaum itu dengan (perantara) wanita tersebut. Akhirnya wanita itu dan kaumnya masuk Islam." Dalam satu riwayat[7] disebutkan: "Adalah kaum muslimin, setelah peristiwa itu, menyerang orang-orang musyrik yang ada di sekitarnya, tetapi mereka tidak mengenai/menyerang kaum dari mana wanita itu berasal. Pada suatu hari, wanita itu berkata kepada kaumnya: "Saya tidak melihat kaum itu meninggalkan kalian dengan sengaja. Maka apakah kalian mau masuk Islam?" Lalu mereka mentaatinya, kemudian mereka masuk Islam." (HR BukhÉrÊ dan Muslim)[8]

B. Hak Wanita Mendapatkan Pendidikan dan Pengajaran[9]
Aisyah r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Barang siapa yang diuji dalam urusan anak-anak perempuan ini, lalu dia berbuat ihsan (baik) kepada mereka, maka mereka akan menjadi tirai baginya dari neraka." (HR BukhÉrÊ dan Muslim)[10]
Perbuatan ihsan yang mana yang lebih besar nilainya untuk anak-anak wanita dibandingkan dengan ihsan mengajar dan mendidik mereka? Abū Burdah, dari ayahnya, berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Barangsiapa yang mempunyai budak perempuan, lalu dia mengajarnya dengan baik dan mendidiknya dengan baik kemudian memerdekakannya dan mengawininya, maka baginya dua ganjaran ..." (HR BukhÉrÊ)[11]
Jika seorang muslim dihimbau untuk mengajar dan mendidik budak perempuannya dengan baik, maka mengajar dan mendidik putrinya sendiri dengan baik tentu lebih wajib dan lebih utama. Sebaik-baik hal yang dijadikan bekal hidup adalah akhlak yang baik dan ilmu yang bermanfaat. Dari waktu ke waktu, jika akhlak yang baik sudah merupakan sesuatu yang tetap dan baku, dikatakan bahwa ilmu yang bermanfaat akan mengalami perbedaan jenis dan kadarnya.
Ibnu Juraij, dari Atha dan dari Jabir bin Abdullah, berkata: "Nabi saw. berdiri pada hari raya Fitri, lalu shalat. Dimulai dengan shalat, setelah itu baru khotbah. Selesai berkhotbah beliau turun, kemudian mendatangi jamaah wanita. Sambil bersandar pada tangan BilÉl,beliau menyampaikan nasihat kepada kaum wanita. Sementara BilÉl menggelar/membentangkan kainnya, lantas kaum wanita menjatuhkan sedekah mereka ke atas kain tersebut. Menurut satu riwayat[12] dari Ibnu Abbas, beliau (Nabi saw.) merasa belum memperdengarkan kepada kaum wanita (nasihat yang beliau sampaikan), maka beliau pergi kepada kaum wanita untuk memberi mereka nasihat dan menyuruh mereka bersedekah. Ibnu Juraij berkata: "Apakah seorang imam (pada masa sekarang ini) berhak melakukan yang demikian itu dalam memberikan peringatan kepada kaum wanita?" AthÉ berkata: "Hal itu adalah hak mereka. Jadi mengapa mereka tidak boleh melakukannya?" (HR BukhÉrÊ)[13]
Ketika Rasulullah saw. merasa bahwa dirinya belum memperdengarkan (nasihat yang beliau sampaikan) kepada kaum wanita --mengingat banyaknya jamaah yang hadir, sementara shaf kaum wanita berada di belakang shaf kaum laki-laki-- lalu beliau mendatangi kaum wanita untuk memberikan nasihat kepada mereka guna menunaikan hak mereka dalam bidang pendidikan dan pengajaran. Semoga Allah mencurahkan rahmat-Nya kepada Atha yang berpendapat mengenai wajibnya memberi peringatan dan mengajar kaum wanita serta menentang kelalaian tokoh-tokoh pada zamannya dalam menunaikan kewajiban ini. Di samping nash-nash ini, yang menegaskan hak-hak wanita mengenai pendidikan dan pengajaran agar wanita mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik, masih ada kaidah ushul fiqih yang mengatakan yang artinya: "Suatu kewajiban yang tidak akan sempurna kecuali dengan sesuatu perkara, maka perkara itu wajib kecuali dengannya, maka perkara tersebut (hukumnya juga) wajib." Dalam hal tanggung jawab ini, jika pelaksanaannya tidak wajib, tentu hukumnya sunnah/mandub.

C. Keikutsertaan Wanita Dalam Meriwayatkan Sunnah dan Mengajarkannya
Al-HafÊzh adz-DzahabÊ berkata: "Belum ditemukan pada wanita bahwa dia berdusta dalam (meriwayatkan) suatu hadits."[14] Berkata pula asy-Syaukani: "Tidak pernah diriwayatkan dari salah seorang ulama bahwa dia menolak riwayat seorang wanita karena dia wanita. Betapa banyak sunnah yang sampai kepada umat ini diterima dari salah seorang istri sahabat. Dalam hal ini, belum seorang pun yang menyangkal, betapapun rendah pengetahuannya tentang sunnah."[15] Aisyah r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu yang baru dalam urusan (agama) kita ini, yang tidak kami perintahkan, maka hal itu ditolak." (HR BukhÉrÊ dan Muslim)[16]
Aisyah juga berkata bahwa Nabi saw. senang mendahulukan yang kanan ketika ingin memakai sandal, menata rambut, bersuci, dan dalam semua urusannya. (HR BukhÉrÊ dan Muslim)[17] Aisyah berkata: "Rasulullah saw. pernah mendengar suara orang bertengkar di pintu, suara mereka keras sekali. Tiba-tiba salah seorang dari mereka meminta kepada yang lain agar membebaskan sebagian utangnya dan bersikap lunak. Yang lain itu berkata: 'Demi Allah, aku tidak mau melakukan hal itu.' Maka Rasulullah saw. keluar, lalu berkata: 'Mana orang yang bersumpah berlebihan dengan nama Allah bahwa dia tidak akan berbuat baik?' Orang itu berkata: 'Saya, wahai Rasulullah!' Tetapi sekarang dia boleh memilih mana yang lebih disukainya (antara pembebasan sebagian utangnya atau sikap lunak dalam berperkara)." (HR BukhÉrÊ dan Muslim)[18]
Hafshah berkata: "Aku tidak pernah melihat Rasulullah saw. melakukan shalat sunnat dalam keadaan duduk sampai satu tahun sebelum beliau wafat. Setelah itu beliau jadi biasa melakukannya dalam posisi duduk. Beliau selalu membaca surat secara tartil, dan terkadang sampai lama sekali." (HR Muslim)[19]
Ummu Salamah berkata bahwa Rasulull ah saw. mendengar pertengkaran di depan pintu kamar beliau. Lalu beliau keluar menemui mereka, dan berkata: "Aku hanyalah seorang manusia. Terkadang datang kepadaku orang-orang yang bersengketa. Boleh jadi sebagian dari kalian lebih pintar dari sebagian yang lain (dalam berhujjah) sehingga aku mengira dialah yang benar, lalu aku mengeluarkan keputusan yang menguntungkannya. Karena itu, barangsiapa yang aku putuskan mendapat hak orang lain, maka hal itu sebenarnya tidak lain adalah sepotong api neraka. Jadi terserah dia, mau mengambilnya atau membiarkannya." (HR BukhÉrÊ dan Muslim)[20]
Zainab binti Jahasy bercerita bahwa Nabi saw. suatu ketika datang menemuinya dalam keadaan ketakutan, lalu berkata: "La Ilaaha Illallah! Celakalah bangsa Arab dari petaka yang telah dekat. Hari ini dinding Ya'juj dan Ma'juj terbuka sekian." Beliau membuat lingkaran dengan jari jempol dan telunjuknya. Zainab berkata: "Aku bertanya: 'Wahai Rasulullah, apakah kami akan binasa, sementara di tengah-tengah kami ada orang-orang yang saleh?' Nabi saw. menjawab: "Ya jika kemaksiatan dan kejahatan sudah banyak." (HR BukhÉrÊ dan Muslim)[21]
Ummu Habibah berkata: "Ya Allah, bahagiakanlah aku dengan panjangnya usia suamiku, Rasulullah saw., bapakku Abū Sufyan, dan saudaraku Mu'Éwiyah." Mendengar itu Nabi saw. berkata: "Itu artinya kamu memohon kepada Allah tentang ajal-ajal yang sudah ditentukan, hari-hari yang sudah dihitung, dan rezeki-rezeki yang sudah dibagi. Sedikit pun tidak akan dimajukan dari waktunya dan juga tidak ditangguhkan dari waktunya. Seandainya kamu mau bermohon kepada Allah supaya Dia berkenan melindungimu dari siksa neraka, atau dari siksa kubur, niscaya hal itu lebih baik dan lebih utama." Dia berkata: "Dan aku menyebut tentang kera di hadapan Rasulullah saw." Mis'ar (salah seorang perawi) berkata: "Kelihatannya dia berkata: 'Dan babi termasuk jelmaan.' Lantas Rasulullah saw. bersabda: "Sesungguhnya Allah tidak menjadikan keturunan bagi jelmaan. Kera dan babi sudah ada sebelum itu." (HR Muslim)[22]
Juwairiyyah berkata: "Bahwa Nabi saw. pagi-pagi sekali selesai shalat subuh keluar dari tempatnya, ketika itu dia berada di tempat shalatnya. Memasuki waktu dhuha, Nabi saw. kembali, sementara dia masih tetap duduk di tempat shalatnya. Nabi saw. bertanya: 'Kamu belum juga beranjak dari tempatmu itu sejak tadi?' Juwairiyyah menjawab: 'Benar.' Nabi saw. berkata: 'Tadi aku membaca empat kalimat sebanyak tiga kali. Dan seandainya ia ditimbang dan dibandingkan dengan apa yang telah kamu katakan sejak hari ini, maka akan lebih berat timbangannya apa yang aku baca itu: yaitu Maha Suci Allah, dan dengan puji-Nya yang sebanyak jumlah makhlukNya, ridha diri-Nya, keagungan Arasy-Nya, dan sebanyak kalimat-kalimat-Nya.'" (HR Muslim)[23]
ShÉfiyyah binti Huyay berkata: "Bahwa dia datang mengunjungi Rasulullah saw. Yang sedang melakukan i'tikaf di masjid pada sepuluh hari yang terakhir dari bulan Ramadan. Setelah berbicara secukupnya dengan Rasulullah saw., dia berdiri untuk pulang. Lalu Nabi saw. berdiri pula bersamanya untuk me-ngantarkannya, hingga ketika sampai di masjid di dekat pintu Ummu Salamah, tiba-tiba lewat dua orang laki-laki Anshar. Keduanya mengucapkan salam kepada Rasulullah saw. Lalu Nabi saw. berkata kepada keduanya: "Perlahan-lahanlah kalian. Dia ini adalah Shafiyyah binti Huyay." Mereka berkata: "Maha suci Allah, ya Rasulullah!" Dan hal itu dirasakan berat oleh mereka berdua karena mungkin dianggap curiga. Lalu Nabi saw. berkata: "Sesungguhnya setan itu mencapai diri manusia sejauh yang bisa dicapai oleh darah, dan aku khawatir bahwa setan itu melemparkan sesuatu ke dalam hatimu berdua." (HR BukhÉrÊ dan Muslim)[24]
Maimūnah berkata: "Apabila Rasulullah saw. sedang melakukan sujud, beliau merenggangkan kedua lengan beliau sampai putihnya ketiak beliau bisa dilihat dari belakang; dan apabila duduk, beliau duduk dengan penekanan di atas paha beliau yang kiri." (HR Muslim)[25]
Asma binti Abū Bakar r.a. berkata bahwa Nabi saw. bersabda: "Aku berada di atas telaga sehingga aku dapat melihat siapa diantara kalian yang datang kepadaku. Dan orang-orang yang dibawahku akan dihukum, lalu aku berkata: 'Wahai Tuhanhu, mereka bagian dariku dan termasuk umatku?, Lalu dijawab: 'Apakah engkau tahu apa yang mereka perbuat sesudahmu? Demi Allah, mereka kembali pada kekafiran sepeninggalmu.'" (HR BukhÉrÊ dan Muslim)[26]
Juga dari Asma dikatakan: "Ketika terjadi gerhana bulan Kami diperintahkan memerdekakan budak." Dan menurut satu riwayat: "Nabi saw. memerintahkan orang supaya memerdekakan budak ketika terjadi gerhana matahari." (HR BukhÉrÊ)[27]
Ummu Sulaim berkata: "Sesungguhnya Nabi saw. pernah mendatangi rumahnya, lalu tidur siang (istirahat) di rumahnya. Ummu Sulaim lalu menggelarkan selembar hamparan dari kulit, lalu Nabi saw. tidur (siang) di atasnya. Ketika itu beliau banyak sekali mengucurkan keringat. Lalu Ummu Sulaim mengumpulkannya dan mencampurnya dengan minyak wangi, kemudian memasukkannya ke dalam botol-botol kecil. Kemudian Nabi saw. bertanya: 'Ummu Sulaim, apa ini?' Ummu Sulaim menjawab: 'Keringatmu, aku campur dengan minyak wangiku.'" (HR Muslim)[28]
Ummu Athiyyah berkata: "Aku ikut berperang bersama Rasulullah saw. sebanyak tujuh kali peperangan. Aku selalu ditempatkan di bagian belakang pasukan. Akulah yang membuat makanan untuk mereka, mengobati yang luka-luka, dan menolong yang sakit." (HR Muslim)[29]
Zainab, istri Abdullah bin Mas'ud, berkata: "Rasulullah saw. berkata kepada kami: 'Apabila ada salah seorang dari kalian yang ingin pergi ke masjid, janganlah dia menyentuh (memakai) wewangian.'" (HR Muslim)[30]
Ummu Syarik berkata: "Bahwa Nabi saw. memerintahkannya membunuh cecak." (HR BukhÉrÊ dan Muslim)[31]
Khaulah binti Hakim berkata: "Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: 'Barangsiapa singgah di suatu rumah kemudian membaca doa: "Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan makhluk-Nya, maka tidak ada sesuatu apa pun yang akan mengganggunya, sampai dia pergi dari rumah tersebut.'" (HR Muslim)[32]
Ummu Hushain berkata: "Aku ikut bersama Rasulullah saw. sewaktu melakukan haji wada'." Ummu Hushain berkata bahwa Rasulullah berbicara (berkhotbah) panjang sekali, lalu beliau bersabda: 'Sekalipun dijadikan pemimpin atas kalian seorang budak yang cacat hidungnya --rasanya dia juga mengatakan hitam-- lalu dia menuntun kalian dengan KitÉbūllah, maka kalian harus mendengarkan katanya dan menaati perintahnya.' (HR Muslim)[33]
Ummu Kaltsum binti Uqbah berkata: "Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: 'Bukanlah termasuk pendusta orang yang mendamaikan di antara manusia, lalu dia mengembangkan kebaikan atau mengatakan yang baik.'" (HR BukhÉrÊ dan Muslim)[34]
Dari Ummu Hani, dia berkata: "Aku pergi menemui Rasulullah saw. pada tahun penaklukan kota Mekah. Aku dapati beliau sedang mandi, sementara Fathimah, putrid beliau, berusaha menutupi beliau dengan kain. Aku mengucapkan salam kepada beliau. Beliau bertanya: 'Siapa itu?'Aku menjawab: 'Aku Ummu Hani binti Abi Thalib.' Beliau berkata: 'Selamat datang Ummu Hani.' Setelah selesai mandi beliau berdiri, lalu melakukan shalat sebanyak delapan rakaat dengan hanya memakai sehelai kain." (HR BukhÉrÊ dan Muslim)[35]
Fathimah binti Qais berkata: "Aku menikah dengan putranya Mughirah, seorang pemuda Quraisy terbaik. Namun dia gugur pada jihad yang pertama bersama Rasulullah saw. Ketika aku hidup menjanda, aku dilamar oleh Abdurrahman bin Auf di hadapan sekelompok sahabat Rasulullah saw. Rasulullah saw. sendiri yang melamarku untuk budaknya (cucu angkat beliau), Usamah bin Zaid, sedangkan aku pernah mendengar hadits bahwa Rasulullah saw. bersabda: 'Barangsiapa yang mencintai aku, hendaklah dia pula mencintai Usamah.' Ketika Rasulullah saw. membicarakan masalah itu padaku, aku berkata: 'Perkaraku ada di tangan engkau, maka nikahkanlah aku dengan siapa yang engkau inginkan ...'" (HR Muslim)[36]
Ummu Hisyam binti Haritsah bin Nu'man berkata: "Aku tidak hafal surat Qaaf kecuali dari mulut Rasulullah saw. yang selalu berkhotbah dengan membacanya pada setiap hari Jum'at. Ummu Hisyam berkata lagi: 'Dapur kami dan dapur Rasulullah saw. adalah satu.'" (HR Muslim)[37]
Ar-Rubai' binti Mu'awwidz berkata bahwa Rasulullah saw. mengutus orang-orang pada pagi hari Asyura untuk memberi tahu penduduk perkampungan kaum Anshar: "Barangsiapa yang pada pagi hari ini berbuka, maka hendaklah dia menyempurnakan (berpuasa) pada sisa harinya, dan barangsiapa yang pada pagi harinya sudah berpuasa, maka hendaklah dia meneruskan puasanya." Kami berpuasa pada hari tersebut, bahkan kami menyuruh anak-anak kami berpuasa. Kami membuatkan untuk mereka mainan yang terbuat dari bulu biri-biri yang sudah dicat. Jika ada di antara mereka yang menangis minta makan, maka kami berikan kepadanya mainan tersebut sampai tiba waktu berbuka. (HR BukhÉrÊ dan Muslim)[38]

D. Keikutsertaan WAnita Dalam Kegiatan Ibadah Yang Dilakukan Secara Berjama’ah
1. Shalat Fardu
Aisyah r.a. berkata: "Perempuan-perempuan mukmin ikut hadir bersama Rasulullah saw. untuk melaksanakan shalat subuh dengan menyelimutkan pakaian-pakaian mereka. Kemudian mereka kembali ke rumahnya setelah mengerjakan shalat, sementara tidak seorang pun yang bisa mengenali mereka karena gelapnya suasana." (HR BukhÉrÊ dan Muslim)[39]

2. Shalat Gerhana
Asma binti Abū Bakar r.a. berkata: "Aku datang menemui Aisyah, istri Nabi saw., pada saat terjadi gerhana matahari, sedangkan orang-orang sedang melakukan shalat, dan Aisyah juga sedang melakukan shalat. Aku bertanya: 'Mengapa orang-orang (melakukan shalat)?' Aisyah memberi isyarat dengan tangannya ke arah langit dan berkata: 'Subhanallah (Maha Suci Allah).' Aku bertanya: 'Apakah itu tanda kebesaran (ayat) Allah?' Dia memberi isyarat: 'ya.'Aku pun kemudian ikut shalat sehingga hampir saja aku pingsan (karena lamanya shalat itu). Lalu aku kucurkan air ke atas kepalaku. Setelah selesai shalat Rasulullah saw. mengucapkan puja-puji kepada Allah SWT, kemudian berkata ..." (HR BukhÉrÊ dan Muslim)[40]

3. Shalat Jenazah
Aisyah r.a. berkata bahwa dia berkata: "Tatkala Sa'ad bin Abi WaqqÉsh meninggal dunia, para istri Nabi saw. menyuruh agar jenazahnya dilewatkan di dalam masjid agar mereka juga bisa menyalatinya. Lalu orang-orang melaksanakannya. Jenazah Sa'ad dihentikan pada kamar-kamar para istri Nabi saw. sehingga mereka bisa menyalatinya ..." (HR Muslim))[41]
Demikian pula, kaum wanita ikut menyalati jenazah Rasulullah saw. Al-Imam an-Nawawi berkata: "Pendapat yang sahih menurut jumhur (mayoritas) ulama adalah bahwa mereka menyalati Rasulullah saw. secara sendiri-sendiri. Artinya, masuk satu rombongan, lalu mereka shalat sendiri-sendiri. Kemudian keluar. Setelah itu masuk pula rombongan yang lain, lalu shalat seperti tadi. Sementara wanita masuk setelah kaum laki-laki selesai. Selanjutnya anak-anak."[42]

4. I'tikaf
Aisyah r.a., istri Nabi saw., berkata bahwa Nabi saw. melakukan i'tikaf pada sepuluh hari yang terakhir dari bulan Ramadhan sampai beliau dipanggil oleh Allah SWT. Kemudian para istri beliau tetap melakukan i'tikaf sepeninggal beliau. (HR BukhÉrÊ)[43]

5. Haji
Ummu Salamah r.a. berkata: "Aku mengeluh karena sakit kepada Rasulullah saw. Dan beliau bersabda: 'Lakukanlah thawaf di belakang orang-orang dengan menaiki kendaraan.' Kemudian aku thawaf dan pada saat itu Rasulullah saw. tengah shalat di samping Baitullah dengan membaca surat ath-Thūr wa KitÉbin Masthūr." (HR BukhÉrÊ dan Muslim)[44]
Ummul Fadhal binti al-Harits r.a. berkata bahwa sesungguhnya ada beberapa orang yang berselisih pendapat di dekatnya pada hari Arafah mengenai apakah Nabi saw. Berpuasa pada hari itu. Sebagian mereka mengatakan bahwa beliau berpuasa, sementara yang sebagian lagi mengatakan bahwa beliau tidak berpuasa. Akhirnya aku kirimkan semangkuk susu kepada Nabi saw. yang sedang melakukan wukuf di atas untanya, dan beliau meminumnya. (HR BukhÉrÊ dan Muslim)[45]
Yahya bin Hushain, dari neneknya, Ummu al-Hushain r.a., berkata: "Aku pernah mendengar nenekku mengatakan: 'Aku ikut bersama Rasulullah saw. sewaktu melakukan haji wada. Aku melihat beliau ketika melontar jumrah Aqabah lalu beliau pergi ...'" (HR Muslim)[46]

E. Keikutsertaan Wanita Dalam Perayaan Umum
1. Pesta Perkawinan
Anas r.a. berkata: "Nabi saw. melihat beberapa orang perempuan dan anak-anak datang dari suatu pesta perkawinan, lalu beliau memaksakan diri berdiri dan berkata: 'Ya Allah, kalian termasuk orang-orang yang paling aku senangi.' Ucapan tersebut beliau ucapkan sebanyak tiga kali." (HR BukhÉrÊ dan Muslim)[47]
Sahal r.a. berkata: "Ketika Abū Usaid as-Sa'idiy menjadi pengantin, dia mengundang Nabi saw. beserta sahabat-sahabat beliau. Tidak ada yang membuat makanan dan menghidangkannya kepada mereka selain istrinya, Ummu Usaid. Dia telah merendam beberapa biji kurma dalam satu bejana yang terbuat dan batu pada malam harinya. Setelah Nabi saw. selesai makan, Ummu Usaid mengaduk kurma tersebut hingga hancur, lalu menuangkannya khusus untuk Nabi saw. sebagai penghormatan bagi beliau." (HR BukhÉrÊ dan Muslim)[48]

2. Pesta Hari Raya
Athiyyah r.a. berkata: "... kami diperintahkan supaya keluar pada hari raya, sehingga kami mengeluarkan gadis-gadis perawan dari pingitannya dan mengeluarkan wanita-wanita haid. Mereka berada di belakang orang banyak, ikut bertakbir dan berdoa bersama yang lainnya karena mengharapkan berkah dan kesucian hari tersebut." Menurut satu riwayat[49]: "Supaya mereka bisa ikut menyaksikan kebaikan dan mendengarkan seruan (dakwah) orang-orang mukmin." (HR BukhÉrÊ dan Muslim)[50]
Aisyah r.a. berkata: "... Pada hari raya orang-orang berkulit hitam bermain perisai dan tombak. Entah aku yang meminta atau barangkali Nabi sendiri yang berkata padaku: 'Apakah engkau ingin melihatnya?' Aku jawab: 'Ya.' Lalu beliau menyuruhku berdiri di belakangnya, dan pipiku menempel pada pipi beliau. Beliau berkata, "Minggirlah, wahai Bani Arfidah!' Akhirnya aku bosan menonton. Nabi saw. berkata: 'Bagaimana, sudah cukup?'Aku jawab: 'Ya.' Nabi saw. berkata: 'Kalau begitu, pergilah!'" (HR BukhÉrÊ dan Muslim)[51]

3. Pesta Penyambutan
Abū Bakar ash-Shiddiq r.a. berkata: "Kami tiba di Madinah pada malam hari hijrah ...lalu kaum laki-laki dan wanita naik ke atas rumah-rumah mereka, sedangkan anak-anak dan para pelayan bertebaran di jalan-jalan sambil berseru: 'Wahai Muhammad Rasulullah, wahai Muhammad Rasulullah.'" (HR Muslim)[52]

F. Keikutsertaan Wanita Dalam Melayani Masyarakat (Kegiatan Sosial)
1. Bekerjasama dalam Perayaan
Abdul WahÊd bin Aiman berkata: "Ayahku bercerita padaku, katanya: 'Suatu hari aku menemui Aisyah r.a.. Ketika itu dia memakai baju yang terbuat dari katun, harganya lima dirham. Dia berkata: 'Coba arahkan pandanganmu kepada pembantu perempuanku itu, bagaimana dia merasa menolak memakai pakaian itu di rumah. Pada zaman Rasulullah saw. dahulu baju ini sering sekali dipinjam oleh wanita-wanita Madinah untuk digunakan berdandan."" (HR BukhÉrÊ)[53]

2. Menyediakan Tempat dan Makanan bagi Para Tamu
Fathimah binti Qais berkata: "... Dan Ummu Syauraik adalah seorang wanita kaya kaum Anshar. Dia membelanjakan hartanya banyak sekali untuk kepentingan agama Allah, dan rumahnya sering sekali disinggahi oleh para tamu ..." (HR Muslim)[54]

3. Berkiprah dalam Pelayanan Masyarakat
Ummul Ala berkata: "... lalu Utsman bin Mazh'ūn sakit di rumah kami dan aku merawatnya hingga dia meninggal dunia." (HR BukhÉrÊ)[55]

G. Keikutsertaan Wanita Dalam Kegiatan Politik
1. Meninggalkan Kampung Halaman untuk Menjauhkan Diri dari Masyarakat Kafir
Marwan dan Miswar bin Makhramah berkata: "Pada suatu hari datanglah berhijrah beberapa orang wanita mukminat dan Ummu Kaltsum binti Uqbah bin Abi Mu'ith di antara orang-orang yang pergi kepada Rasulullah saw. pada saat itu. Ketika itu, dia sudah menjadi gadis dewasa. Maka datanglah keluarganya untuk meminta kepada Nabi saw. agar beliau mengembalikan Ummu Kaltsum kepada mereka. Tetapi Nabi saw. Menolak mengembalikannya kepada mereka ..." (HR BukhÉrÊ)[56]

2. Usaha Memilih Pengganti Penguasa (untuk menjaga keamanan negara pada saat negara mengalami krisis)
Ibnu Umar berkata: "Aku pergi menemui Hafshah. Dia berkata kepadaku: 'Apakah kamu sudah tahu bahwa bapakmu tidak menunjuk seseorang untuk menjadi khalifah?'Aku jawab: 'Memang, dan rasanya dia tidak mungkin melakukan hal itu.' Hafshah berkata: 'Tetapi dia harus melakukannya.' Ibnu Umar berkata: 'Lalu aku bersumpah bahwa aku akan membicarakan hal itu kepada bapakku ...'" (HR Muslim)[57]

3. Menentang Penguasa yang Zalim
Abū Naufal berkata: "... setelah terbunuhnya Abdullah bin Zubair, al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi pergi menemui Asma binti Abū Bakar, lalu berkata: 'Bagaimana pendapatmu mengenai apa yang telah aku lakukan terhadap musuh Allah itu?' Asma berkata: 'Aku berpendapat bahwa kamu telah merusak dunianya, sementara dia telah merusak akhiratmu ... dan bahwasanya Rasulullah saw. pernah menceritakan kepada kami bahwa di antara kaum Tsaqif itu ada seorang pembohong dan seorang perusak (tirani). Pembohong itu sudah kita lihat, sedangkan perusak (tirani), aku kira kamulah orangnya.' Abū Naufal berkata: 'Mendengar itu, al-Hajjaj berdiri meninggalkan Asma tanpa melanjutkan lagi dialognya.'" (HR Muslim)[58]

H. Keikutsertaan Wanita Dalam Angkatan Bersenjata (Sesuai Dengan Kodratnya)
1. Bekerja dalam Bidang Konsumsi, Kesehatan, dan Transportasi
Ruba'i binti Mu'awwidz berkata: "Kami pernah ikut berperang bersama Rasulullah saw. Kami bertugas memberi minum pasukan dan melayani mereka serta memulangkan orangorang yang terbunuh dan terluka ke Madinah." (HR BukhÉrÊ)[59]

2. Bekerja di Bagian Belakang Garis Pertempuran dalam Bidang Konsumsi dan Perawatan
Ummu Athiyyah al-Anshariyyah berkata: "Aku ikut berperang bersama Rasulullah sebanyak tujuh kali peperangan. Aku selalu ditempatkan di bagian belakang pasukan. Akulah yang membuatkan makanan untuk mereka, mengobati yang luka-luka, dan membantu yang sakit." (HR Muslim)[60]

I. Kebebasan Wanita Untuk Berkarir (Yang Tidak Bertentangan Dengan Tanggung Jawab Keluarga)
1. Bekerja dalam Bidang Pertanian
Jabir bin Abdullah berkata: "Bibiku dicerai dan dia bermaksud hendak mengambil buah kurma pada masa 'iddahnya. Namun, ada seorang laki-laki menghardiknya agar jangan keluar dan rumahnya. Lalu bibiku pergi menemui Rasulullah saw. (untuk menanyakan masalah). Nabi saw. berkata: 'Tidak apa-apa, potonglah buah kurmamu. Barangkali dengan begitu kamu bisa bersedekah atau melakukan sesuatu kebajikan.'" (HR Muslim)[61]

2. Bekerja dalam Bidang Peternakan
Sa'ad bin Mu'adz berkata bahwa seorang budak perempuan milik Ka'ab bin Malik pada suatu hari menggembalakan kambing di daerah Sal'i (kawasan perbukitan di Madinah). Tiba-tiba ada seekor kambing; yang mau mati. Lalu budak perempuan itu mengambil pecahan batu, kemudian menyembelih kambing tersebut dengan pecahan batu itu. Ketika hal itu ditanyakan kepada Nabi saw., beliau menjawab: "Makan saja kambing itu." (HR BukhÉrÊ)[62]

3. Bekerja dalam Bidang Perawatan
Aisyah r.a. berkata: "Sa'ad terluka pada saat Perang Khandaq... Lantas Nabi saw. mendirikan tenda dalam masjid, agar beliau bisa menjenguk Sa'ad dari dekat ..." (HR BukhÉrÊ dan Muslim)[63] Al-HafÊzh Ibnu Hajar berkata: "... dan Rasulullah saw. menempatkan Sa'ad di tenda Rufaidah di samping masjid beliau. Rufaidah adalah seorang wanita yang sudah biasa merawat orang-orang yang terluka. Lalu Nabi saw. berkata: 'Tempatkanlah Sa'ad di tenda Rufaidah agar aku dekat menjenguknya.'"[64]

J. Kedudukan Wanita Di Tengah
Dari Abdullah bin Umar dikatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Dunia itu adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah istri yang salehah ." (HR Muslim)[65]

K. Kebebasan Wanita Untuk Memilih Pendamping Hidupnya
Dari Abū Hurairah dikatakan bahwa Nabi saw. bersabda: "Seorang wanita janda tidak boleh dinikahkan sebelum ia dimintai pertimbangan dan seorang gadis perawan tidak boleh dinikahkan sebelum ia dimintai persetujuan." (HR BukhÉrÊ dan Muslim)[66]

L. Tanggung Jawab Suami dan Istri Dalam Keluarga
1. Tanggung Jawab Laki-laki
Pertama, memimpin keluarga. Dari Ibnu Umar dikatakan bahwa Nabi saw. bersabda: "... dan seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya, dan dia bertanggung jawab ..." (HR BukhÉrÊ dan Muslim)[67] Kedua, memberi nafkah keluarga. Jabir berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Dan kewajiban kalian (suami-suami) memberi mereka (istri-istri) makan dan pakaian menurut yang wajar (ma'ruf)." (HR BukhÉrÊ dan Muslim)[68]

2. Tanggung Jawab Wanita
Pertama, memelihara dan mendidik anak-anak. Dari Ibnu Umar, dikatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda: "... dan wanita/istri adalah pemimpin atas penghuni rumah suaminya dan anaknya, dan dia bertanggung jawab terhadap mereka." (HR BukhÉrÊ dan Muslim)[69] Kedua, mengatur urusan rumah tangga. Dari Ibnu Umar dikatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda: "... dan wanita adalah pemimpin atas rumah suaminya, dan dia harus bertanggung jawab." (HR BukhÉrÊ dan Muslim)[70]

M. Peran Wanita Dalam
1. Kerjasama dalam Memimpin (melalui introspeksi dan musyawarah)
Umar ibnul Khattab berkata: "Demi Allah, pada zaman jahiliah kami menganggap wanita sesuatu yang tidak berarti sama sekali sampai turun ayat Allah mengenai wanita dan memberinya bagian khusus. Tetapi pada suatu hari, ketika aku sedang berintrospeksi, tiba-tiba istriku berkata kepadaku: 'Cobalah kamu lakukan begini dan begini.'Aku lalu bertanya kepadanya dengan nada heran: 'Mengapa kamu menghalangi apa yang aku kehendaki?' Istriku berkata: 'Heran aku terhadap kamu ini, wahai ibnul Khattab. Kamu tidak mau dikoreksi, sedangkan putrimu (Hafshah) telah membuat ulah kepada Rasulullah saw. sehingga sehari penuh beliau murung.'" (HR BukhÉrÊ dan Muslim)[71]
Umar ibnul Khattab berkata: "Kami orang-orang Quraisy sudah terbiasa menguasai wanita. Tetapi tatkala tiba di Madinah, kami malah mendapatkan orang-orang Anshar dikuasai oleh wanita mereka. Maka sejak itu wanita-wanita kami mulai meniru etika wanita-wanita Anshar tersebut. Karena itu aku marah-marah pada istriku. Tetapi dia malah membantahku. Hal itu tentu saja tidak bisa aku terima. Namun dia malah membela diri dengan mengatakan: 'Mengapa kamu tidak bisa menerima jika aku membantahmu? Demi Allah, istri-istri Nabi saja pernah membantah beliau. Bahkan ada salah seorang dari mereka pernah mendiamkan (tidak berbicara dengan) beliau selama sehari semalam sehingga aku takut karenanya.'" (HR BukhÉrÊ dan Muslim)[72]
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: "Dari hadits tersebut dapat diambil pelajaran bahwa terlalu keras terhadap istri-istri bukanlah sikap yang terpuji. Sebab, Nabi saw. sendiri meniru sikap orang-orang Anshar dalam memperlakukan wanita mereka dan menanggalkan sikap kaum beliau sendiri."[73]

2. Kerjasama dalam Memberi Nafkah
Abū Sa'id al-Khuduri berkata bahwa Nabi saw. bersabda kepada Zainab, istri Abdullah bin Mas'ud: "Suamimu dan anakmu adalah lebih berhak untuk kamu berikan sedekahmu kepada mereka." (HR BukhÉrÊ)[74]

3. Kerjasama dalam Mengasuh dan Mendidik Anak anak
Abdullah bin Umar ibnul Ash bercerita bahwa Nabi saw. bersabda kepadanya: "Dan bahwa sesungguhnya anakmu mempunyai hak atasmu." (HR Muslim)[75]
4. Kerjasama dalam Menangani Urusan Rumah Tangga
Dari al-Aswad, dia berkata: "Aku bertanya kepada Aisyah mengenai apa yang dilakukan oleh Nabi saw. di rumah beliau. Aisyah mengatakan: 'Beliau biasanya suka membantu urusan keluarganya. Lalu bila waktu shalat tiba, beliau pergi untuk mengerjakan shalat.'" (HR BukhÉrÊ)[76]
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: "Di dalam hadits Aisyah lainnya yang dikeluarkan oleh Ahmad dan Ibnu Sa'ad serta disahihkan oleh Ibnu Hibban, Aisyah berkata: 'Beliau (Nabi saw.) yang menjahit kainnya, menjahit sepatunya, dan mengerjakan apa yang biasa dikerjakan oleh kaum laki-laki di rumah mereka."[77]

5. Hak Wanita Meminta Cerai kepada Suami
Dari Ibnu Abbas, dia berkata: "Istri Tsabit bin Qais datang kepada Nabi saw., lalu berkata: 'Wahai Rasulullah, aku tidak mencela Tsabit mengenai agama atau akhlaknya. Akan tetapi, aku khawatir akan berbuat kekufuran (karena kurang menyukainya).' Rasulullah saw. bertanya: 'Lalu, apakah kamu bersedia mengembalikan kebunnya?' Wanita itu menjawab: 'Ya.' Lantas dia mengembalikan kebunnya kepada Tsabit dan Nabi saw. menyuruh Tsabit untuk menceraikan istrinya." (HR BukhÉrÊ)[78]
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: "Dalam hadits tersebut terdapat beberapa pelajaran, di antaranya bahwa apabila keretakan rumah tangga terjadi dari pihak perempuan saja, maka diperbolehkan baginya mengajukan khulu dan membayar fidyah. Selain itu, tidak bahwa disyaratkan keretakan itu terjadi pada kedua belah pihak. Hal itu diperbolehkan agama apabila si istri sudah tidak suka lagi bergaul dengan suaminya, meskipun si suami tidak membencinya, dan tidak melihat adanya sesuatu hal yang mengharuskannya untuk menceraikan istrinya."[79] Ditambahkan lagi: "Jika perceraian itu tidak akan menimbulkan mudharat bagi istrinya." Sementara itu, al-Qadhi Ibnu Rusyd berkata: "Mengingat di tangan laki-laki ada hak talak bila dia sudah tidak menyenangi istrinya lagi, maka di tangan perempuan pun ada hak khulu bila dia sudah tidak menyenangi suaminya lagi."[80]



[1] ShahÊh al-JÉmi' ash-ShaghÊr, hadits no. 2329.
[2] BukhÉrÊ, KitÉb: Tafsir surat at-Tahrim, Bab: Ayat "Kamu mencari kesenangan hati istri-istrimu," jilid 10, hlm 283. Muslim, KitÉb: ThalÉk, Bab: Masalah ila' dan menjauhi istri, jilid 4, hlm. 190.
[3] BukhÉrÊ, KitÉb: Pakaian, Bab: Pakaian yang diperkenankan oleh Nabi saw., jilid 12, hlm. 418.
[4] BukhÉrÊ, KitÉb: Tafsir surat asy-Syu'arÉ', Bab: Ayat "Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat dan rendahkanlah dirimu," jilid 10, hlm. 120. Muslim, KitÉb: Iman, Bab: Ayat "Dan berilah peringatan kepada ke-rabat-kerabatmu yang terdekat, jilid 1, hlm. 133.
[5] BukhÉrÊ, KitÉb: Jenazah, Bab: Apabila seorang anak masuk Islam, lalu dia mati, apakah perlu dishalatkan? jilid 3 hlm. 464.
[6] Fathul Bari, jilid 3, hlm. 462.
[7] BukhÉrÊ, KitÉb: Hadits-hadits mengenai para nabi, Bab: Tanda-tanda kenabian dalam Islam, jilid 7, hlm. 392. Muslim, KitÉb: Masjid dan tempat-tempat shalat, Bab: Mengqadha shalat yang tertinggal, jilid 2, hlm. 140.
[8] BukhÉrÊ, KitÉb: Tayammum, Bab: Tanah yang suci, jilid 1, hlm. 470.
[9] Sampai ke Tingkat Yang Bisa Membantunya Menunaikan Tanggungjawabnya
[10] BukhÉrÊ, KitÉb: Ódab, Bab: Menyayangi anak, mencium dan merangkulnya, jilid 13, hlm. 33. Muslim, KitÉb: Kebajikan, hubungan kekeluargaan dan etika, Bab: Keutamaan berbuat baik kepada anak-anak perempuan, jilid 8, hlm. 38.
[11] BukhÉrÊ, KitÉb: NikÉh, Bab: Mengambil budak-budak perempuan dan orang yang memerdekakan budak perempuan lalu mengawininya, jilid II, hlm. 28.
[12] BukhÉrÊ, KitÉb Ilmu, Bab: Imam memberikan nasihat dan pelajaran kepada kaum wanita, jilid I, hlm. 203. Muslim, KitÉb: shalat dua hari raya, jilid 3, hlm. 18.
[13] BukhÉrÊ, KitÉb: Dua hari raya, Bab: Nasihat imam kepada kaum wanita pada hari raya, jilid 3, hlm. 203. Muslim, KitÉb: Shalat dua hari raya, jilid 3, hlm. 81.
[14] Muqaddimah al-Mizan oleh adz-Dzahabi, TahqÊq Abū Fadhal IbrÉhÊm.
[15] Nail al-AuthÉr, jilid 8, hlm. 122.
[16] BukhÉrÊ, KitÉb: Perdamaian, Bab: Apabila perdamaian atas dasar kezaliman maka perdamaian semacam itu harus ditolak, jilid 6, hlm. 230. Muslim, KitÉb: Kasus-kasus pengadilan, Bab: Membatalkan keputusan-keputusan yang cacat, jilid 5, hlm. 132.
[17] BukhÉrÊ, KitÉb: Wudhu, Bab: Mendahulukan yang kanan ketika berwudhu dan mandi, jilid 1, hlm. 280. Muslim, KitÉb: Bersuci, Bab: Mendahulukan yang kanan ketika bersuci dan lainnya, jilid 1, hlm. 156.
[18] BukhÉrÊ, KitÉb: Perdamaian, Bab Apakah imam boleh meng-isyaratkan perdamaian? jilid 6, hlm. 236. Muslim, KitÉb: Jual beli, Bab: Anjuran membebaskan uang, jilid 5, hlm. 30.
[19] Muslim, KitÉb: Shalat orang musafir, Bab: Boleh melakukan shalat sunnat dalam keadaan berdiri dan duduk, jilid 2, hlm. 194.
[20] BukhÉrÊ, KitÉb: Perbuatan aniaya, Bab: Dosa orang yang berselisih dalam suatu kebatilan padahal dia mengetahuinya, jilid 6, hlm. 31. Muslim, KitÉb: Kasus-kasus pengadilan, Bab: Putusan hukum menurut yang zahir dan kepintaran berargumentasi, jilid 5, hlm. 129.
[21] BukhÉrÊ, KitÉb: Hadits-hadits mengenai para nabi, Bab: Dan mereka bertanya kepadamu tentang Dzulqarnain, jilid 7, hlm. 195. Muslim, KitÉb: Fitnah (bencana) dan tanda-tanda kiamat, Bab: Hampir tibanya bencana, jilid 8, hlm. 166.
[22] Muslim, KitÉb: Takdir, Bab: Keterangan bahwa ajal, rezeki, dan lain-lain tidak akan ditambah atau dikurangi dari yang telah ditetapkan dalam takdir, jilid 8, hlm. 55.
[23] Muslim, KitÉb: Dzikir dan doa, Bab: Membaca tasbih di awal siang dan ketika hendak tidur, jilid 8, hlm. 83.
[24] BukhÉrÊ, KitÉb: I'tikaf, Bab: Apakah orang yang sedang melakukan i'tikaf boleh keluar ke pintu masjid untuk menunaikan sesuatu keperluan? jilid 5, hlm. 182. Muslim, KitÉb: Salam, Bab: Keterangan bahwa seorang yang terlihat berkhulwat dengan seorang wanita, sedangkan wanita itu adalah istri atau mahramnya, maka dianjurkan kepadanya supaya mengatakan: "Ini si anu," jilid 7, hlm. 8.
[25] Muslim, KitÉb: Shalat, Bab: Hal-hal yang berhubungan dengan sifat shalat yang digunakan untuk memulai dan mengakhirinya, jilid 2, hlm 54.
[26] BukhÉrÊ, KitÉb: Doa-doa, Bab: Mengenai telaga dan firman Allah SWT "Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak," jilid 14, hlm. 275. Muslim, KitÉb: Keutamaan-keutamaan, Bab: Tentang adanya telaga Nabi saw., jilid 7, hlm. 66.
[27] BukhÉrÊ, KitÉb: Memerdekakan budak dan keutamaannya, Bab: Disunnahkan memerdekakan budak di saat terjadi gerhana, jilid 6, hlm. 76.
[28] Muslim, KitÉb: Keutamaan-keutamaan, Bab: Harumnya keringat Nabi saw. dan mengambil berkah darinya, jilid 7, hlm. 82.
[29] Muslim, KitÉb: Jihad, Bab: Wanita yang ikut berperang diberi bagian, jilid 5, hlm. 199
[30] Muslim, KitÉb: Shalat, bab: Perginya wanita ke masjid, jilid 2, hlm. 31-32.
[31] BukhÉrÊ, KitÉb: Permulaan makhluk, Bab: Sebaik-baik harta seorang muslim adalah kambing yang digembalakan di celah-celah bukit, jilid 7, hlm. 163. Muslim KitÉb: Salam, Bab: Anjuran membunuh cicak, jilid 7, hlm. 42.
[32] Muslim, KitÉb: Dzikr, doa, tobat, dan istighfar, Bab: Mengenai mohon perlindungan dan takdir yang buruk, dari mendapatkan celaka dan lainnya, jilid 8, hlm. 76.
[33] Muslim, KitÉb. Kepemimpinan, Bab: Kewajiban mentaati para penguasa selama tidak menyangkut maksiat, jilid 6, hlm. 15.
[34] BukhÉrÊ, KitÉb: Perdamaian, Bab: Bukanlah pendusta orang yang mendamaikan di antara manusia, jilid 6, hlm. 228. Muslim, KitÉb: Kebajikan, hubungan kekeluargaan dan etika, Bab: Haram hukumnya berbohong dan bohong yang diperbolehkan, jilid 8, hlm. 28.
[35] BukhÉrÊ, KitÉb: Kewajiban membayarkan seperlima, Bab: Menjamin kaum wanita jilid 7, hlm. 83. Muslim, KitÉb Shalat orang musafir dan mengqasharnya, Bab: Anjuran melakukan shalat dhuha sekurang-kurangnya dua rakaat, jilid 2, hlm. 158.
[36] Muslim, KitÉb: Fitnah (bencana) dan tanda-tanda kiamat, Bab: Keluarnya dajjal dan menetapnya di bumi, jilid 8, hlm. 203.
[37] Muslim, KitÉb: Jum'at, Bab: Menyederhanakan shalat dan khotbah, jilid 3, hlm. 13.
[38] BukhÉrÊ, KitÉb: Puasa, Bab: Puasa anak-anak, jilid 5, hlm. 104. Muslim, KitÉb: Puasa, Bab: Barangsiapa yang terlanjur makan pada hari Asyura, maka hendaklah dia menahan sisa harinya, jilid 3, hlm. 152
[39] BukhÉrÊ, KitÉb: Shalat, Bab: Waktu shalat fajar, jilid 2, hlm. 195. Muslim, KitÉb: Masjid dan tempat-tempat shalat, Bab: Anjuran melakukan shalat subuh sedini mungkin jilid 2, hlm. 118.
[40] BukhÉrÊ, KitÉb: Wudhu, Bab: Orang yang tidak mengulangi wudhu kecuali setelah tertidur nyenyak, jilid 1, hlm. 300. Muslim, KitÉb: Shalat gerhana. Bab: Apa yang diperlihatkan kepada Nabi saw. ketika shalat gerhana, jilid 3, hlm. 32-33
[41] Muslim, KitÉb: Jenazah, Bab: Menyalatkan jenazah di masjid, jilid 3, hlm. 63.
[42] Syarh an-Nawawi 'Ala ShahÊh Muslim, jilid 7, hlm. 36.
[43] BukhÉrÊ, KitÉb: Puasa, Bab: "I'tikaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan," jilid 5, hlm. 177.
[44] BukhÉrÊ, KitÉb: Shalat, Bab: Memasukkan unta ke dalam masjid karena ada sebab, jilid 2, hlm. 103. Muslim, KitÉb: Haji, Bab: Diperbolehkan thawaf dengan berunta atau lainnya, jilid 4, hlm. 68
[45] BukhÉrÊ, KitÉb: Haji, Bab: Melakukan wuquf di atas tunggangan/kendaraan di Arafah, jilid 4, hlm. 259. Muslim. KitÉb: Puasa, Bab: Anjuran supaya berbuka bagi orang yang sedang melakukan ibadah haji di Arafah pada hari Arafah, jilid 3, hlm. 145.
[46] Muslim, KitÉb: Haji, Bab: Anjuran melontar jumrah Aqabah pada hari nahar (korban), jilid 4, hlm. 79.
[47] BukhÉrÊ, KitÉb: Manaqib, Bab: Ucapan Nabi saw. kepada orang Anshar: "Kalian adalah termasuk dari orang yang paling aku cintai," jilid 8, hlm. 114. Muslim, KitÉb: Keutamaan-keutamaan, Bab: Di antara keutamaan orang Anshar, jilid 7, hlm. 174.
[48] BukhÉrÊ, KitÉb: Nikah, Bab: Seorang wanita melayani tetamu laki-laki sendirian pada acara perkawinannya, jilid 11, hlm. 160. Muslim, KitÉb: Minuman, Bab. Boleh meminum nabidz yang belum menjadi keras, jilid 6, hlm 103.
[49] BukhÉrÊ, KitÉb: Haid, Bab: Wanita haid menghadiri dua hari raya, jilid 1, hlm. 439.
[50] BukhÉrÊ, KitÉb: Dua hari raya, Bab: Takbir pada hari-hari Mina, jilid 3, hlm. 115. Muslim, KitÉb: Shalat dua hari raya, Bab: Diperbolehkannya wanita keluar pada hari raya jilid 3, hlm. 20.
[51] BukhÉrÊ, KitÉb: Dua hari raya, Bab: tombak dan tameng pada hari raya, jilid 3, hlm. 95. Muslim, KitÉb: Shalat dua hari raya, Bab: Diperbolehkan melakukan yang tidak mengandung maksiat, jilid 3, hlm. 22.
[52] Muslim, KitÉb: Zuhud dan kelemah lembutan, Bab: Hadits hijrah, jilid 8, hlm. 237.
[53] BukhÉrÊ, KitÉb: Pemberian, keutamaan dan anjuran untuk melakukannya, Bab: Meminjamkan untuk pengantin pada malam membina, jilid 6, hlm. 169.
[54] Muslim, KitÉb: Fitnah (bencana) dan tanda-tanda kiamat, Bab: Keluarnya dajjal dan menetapnya di bumi, jilid 8, hlm. 203.
[55] BukhÉrÊ, KitÉb: Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: Kedatangan Nabi saw. dan para sahabatnya di Madinah, jilid 8, hlm. 266.
[56] BukhÉrÊ, KitÉb: Syarat-syarat, Bab: Syarat-syarat yang diperbolehkan dalam Islam jilid 6, hlm. 241.
[57] Muslim, KitÉb: Kepemimpinan, Bab: Menunjuk khalifah dan membiarkan masalah itu, jilid 6, hlm. 5.
[58] Muslim, KitÉb: Keutamaan-keutamaan para sahabat, Bab: Mengenai Tsaqif yang tukang dusta dan perusak, jilid 7, hlm. 190.
[59] BukhÉrÊ, KitÉb: Jihad, Bab: Kaum wanita mengembalikan pasukan yang terbunuh dan luka, jilid 6, hlm. 420.
[60] Muslim, KitÉb: Jihad, Bab: Wanita yang ikut berperang diberi bagian ... jilid 5, hlm. 199.
[61] Muslim, KitÉb: Thalak, Bab: Wanita yang menjalani 'iddah karena ditalak ba'in boleh keluar rumah, jilid 4, hlm. 200.
[62] BukhÉrÊ, KitÉb: Sembelihan dan binatang buruan, Bab: Sembelihan wanita dan budak perempuan, jilid 12, hlm. 51.
[63] BukhÉrÊ, KitÉb: Peperangan, Bab: Kembalinya Nabi saw. dari peperangan Ahzab, jilid 8, hlm. 416. Muslim, KitÉb: Jihad dan peperangan, Bab: Bolehnya memerangi orang yang melanggar perjanjian, jilid 5, hlm. 160.
[64] Fathul Bari, jilid 8, hlm. 415.
[65] Muslim, KitÉb: Nikah, Bab: Sebaik-baik perhiasan di dunia adalah istri yang saleh, jilid 4, hlm. 178.
[66] BukhÉrÊ, KitÉb: Nikah, Bab: Bapak atau lainnya tidak boleh menikahkan anak gadisnya atau janda kecuali dengan persetujuannya, jilid 11, hlm. 96. Muslim, KitÉb: Nikah, Bab: Persetujuan wanita dalam pernikahan adalah dengan ucapan dan gadis dengan diam saja, jilid 4, hlm. 140.
[67] BukhÉrÊ, KitÉb: Nikah, Bab: "Peliharalah dirimu dan keluargamu dan api neraka.,' jilid 11, hlm. 163. Muslim, KitÉb: Kepemimpinan, Bab: Keutamaan pemimpin yang adil, jilid 6, hlm. 8.
[68] Muslim, KitÉb. Haji, Bab: Haji Nabi saw., jilid 4, hlm. 41.
[69] BukhÉrÊ, KitÉb Hukum-hukum, Bab: "Taatilah Allah dan taatilah Rasul-(Nya) dan ulil amri (para pemimpin)mu," jilid 16, hlm. 229. Muslim, KitÉb: Kepemimpinan, Bab: Keutamaan pemimpin yang adil, jilid 6, hlm. 8.
[70] BukhÉrÊ, KitÉb: Nikah, Bab: "Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka" jilid 11, hlm. 163. Muslim, KitÉb: Kepemimpinan, Bab: Keutamaan pemimpin yang adil, jilid 6, hlm. 8.
[71] BukhÉrÊ, KitÉb: Tafsir, Bab: "Kamu mencari kesenangan istri-istrimu," jilid 10, hlm. 283. Muslim, KitÉb: Thalak. Bab: Masalah ila', jilid 4, hlm. 190.
[72] BukhÉrÊ, KitÉb: Nikah, Bab: Nasihat seorang bapak kepada anak perempuannya karena keadaan suaminya, jilid 11, hlm. 190. Muslim, KitÉb: Thalak, Bab: Masalah ila' dan menjauhi istri, jilid 4, hlm. 192.
[73] Fathul Bari, jilid 11, hlm. 202.
[74] BukhÉrÊ, KitÉb: Zakat, Bab: Berzakat kepada karib kerabat, jilid 4, hlm. 68.
[75] Muslim, KitÉb: Puasa, Bab: Larangan berpuasa setahun penuh, jilid 3 hlm. 163.
[76] BukhÉrÊ, KitÉb: Adzan, Bab: Orang yang sedang mengerjakan urusan keluarganya lalu iqamah dikumandangkan, maka dia keluar, jilid 2, hlm. 203.
[77] Fathul Bari, jilid 13, hlm. 70.
[78] BukhÉrÊ, KitÉb: Thalak, Bab: Khulu', jilid 11, hlm. 319.
[79] Fathul Bari, jilid 11, hlm. 320.
[80] Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, jilid 2, hlm. 50.

Jalaluddin Rumi, Penyair Sufi Terbesar dari Konya-Persia

          Dua orang bertengkar sengit di suatu jalan di Konya. Mereka saling memaki, “O, laknat, jika kau mengucapkan sepatah makian terh...