Beberapa
Karakteristik Wanita Muslimah
Rasulullah saw. bersabda: "Sebenarnya wanita itu adalah
saudara Kandung laki-laki." (HR Abū DÉud)[1] Umar ibnul KhattÉb
berkata: "Demi Allah, pada zaman jahiliah kami menganggap wanita itu
tidak ada artinya sampai turun ayat Allah mengenai wanita dan memberinya bagian
tertentu." (HR BukhÉrÊ dan Muslim)[2] Dalam riwayat
lain Umar berkata: "Pada zaman jahiliah kami tidak menghargai wanita
sedikit pun. Tetapi tatkala Islam datang dan Allah menyebut-nyebut tentang
mereka, barulah kami sadar bahwa mereka mempunyai hak pada kami." (HR BukhÉrÊ)[3]
Kemandirian
Karakter Wanita
1. Bersama
Laki-laki Wanita Menerima Seruan Allah Sejak Hari Pertama
Abū Hurairah berkata: "Ketika Allah menurunkan ayat Wa andzir
'asyiaratakatul aqrabin (peringatkanlah kerabat-kerabatmu yang terdekat),
Rasulullah saw. berdiri lalu berkata: 'Hai orang-orang Quraisy, belilah diri
kalian, aku tidak bisa membantu kalian dari siksa Allah sedikit pun. Hai Bani
Abdi Manaf, aku tidak bisa membantu kalian dari siksa Allah sedikit pun. Wahai
Abbas bin Abdul Muttalib, aku tidak bisa membantumu dari siksa Allah sedikit
pun. Wahai Shafiyyah, bibi Rasulullah, aku tidak bisa membantumu dari siksa
Allah sedikit pun. Wahai Fatimah binti Muhammad, mintalah sesukamu
uang/hartaku, tetapi aku tidak bisa membantumu dari siksa Allah sedikit
pun.'" (HR BukhÉrÊ dan Muslim)[4]
2. Wanita yang
Lebih Dahulu Beriman daripada Suaminya
Abdullah bin Abbas berkata: "Aku dan ibuku termasuk
golongan orang lemah/tertindas. Aku dari kalangan anak-anak dan ibuku dari
kalangan wanita." (HR BukhÉrÊ)[5]
Dalam menguraikan bab ini BukhÉrÊ berkata: "Ibnu Abbas r.a.
bersama ibunya termasuk diantara orang-orang yang lemah/tertindas. Dia tidak
ikut bersama ayahnya dalam menganut agama kaumnya." Sementara Al-Hafizh
Ibnu Hajar menjelaskan hadits tersebut sebagai berikut: "Nama ibunya
Lubabah binti al-Harits al-Hilaliah (diberi gelar Ummul Fadhal, karena
al-Fadhal adalah anak tertua dari keluarga Abbas). Kata-kata: 'Dia tidak ikut
bersama ayahnya dalam menganut agama kaumnya,' adalah perkataan pengarang
berdasarkan pengamatannya sebab Abbas masuk Islam setelah terjadinya Perang
Badar. Namun pendapat ini masih dipertikaikan oleh para ulama. Yang benar
adalah bahwa Abbas berhijrah pada awal tahun penaklukan Kota Mekah. Dia dating
bersama Nabi saw., lalu ikut serta dalam penaklukkan tersebut." Wallahu
a'lam.[6]
3. Wanita yang
Mengajak Kaumnya Beriman
ImrÉn bin Hushain berkata bahwa mereka pernah bersama Nabi saw. dalam
suatu perjalanan. Mereka terus melanjutkan perjalanan sampai malam hari.
Setelah mendekati subuh mereka kelelahan dan istirahat. Mereka tertidur lelap
sampai matahari sudah naik. Orang yang pertama kali bangun dari tidurnya adalah
Abū Bakar. Biasanya tidak ada yang berani membangunkan Rasulullah
saw. dari tidurnya sampai beliau bangun sendiri. Kemudian Umar terbangun dan Abū Bakar duduk di
dekat kepala Rasulullah saw. Dia mengucapkan takbir dengan suara yang agak
keras sehingga Rasulullah saw. terbangun. Rasulullah saw. segera turun,
kemudian melakukan shalat subuh bersama kami. Salah seorang dari kaum/jamaah
menghindarkan diri dan tidak ikut shalat bersama kami. Selesai shalat,
Rasulullah saw. bertanya: "Hai fulan, apa yang menghalangimu sehingga
tidak ikut shalat bersama kami?" Laki-laki itu menjawab: "Aku
dalam keadaan junub." Lantas Rasulullah saw. menyuruhnya melakukan
tayamum dengan tanah/debu yang suci. Kemudian laki-laki itu mengerjakan shalat.
Setelah itu Rasulullah saw. Menyuruhku menaiki tunggangan di hadapan beliau.
Ketika itu kami sudah merasa haus sekali. Tiba-tiba di tengah perjalanan kami
bertemu dengan seorang wanita yang kedua kakinya terjuntai di antara dua girbah
(gentong dari kulit) air besar (di atas tunggangannya). Kami bertanya
kepadanya: "Dimana ada air?" Dia menjawab: "Aduh,
tidak ada air." Kami bertanya lagi: "Berapa jauh jarak antara
keluargamu dengan air?" Dia menjawab: "Satu hari satu malam
(perjalanan)." Kami berkata: "Kalau begitu, pergilah temui
Rasulullah saw.!" Wanita itu bertanya: "Apa itu
Rasulullah?" Karena susah untuk menjelaskannya, akhirnya wanita itu
kami bawa menghadap Rasulullah saw. Ketika ditanya oleh Nabi saw. jawabannya
sama seperti apa yang dia katakan kepada kami sebelumnya. Cuma saja dia menambahkan
bahwa dia menanggung beberapa anak yatim yang masih kecil-kecil. Lalu Nabi saw.
memerintahkan untuk mengambil kedua girbah airnya yang masih kosong, kemudian
mengusap mulut kedua girbah air tersebut. Akhirnya kami yang kehausan berjumlah
empat puluh orang bisa minum sepuas-puasaya. Bahkan semua girbah dan bejana
yang ada kami isi penuh dengan air. Hanya unta yang tidak kami beri minum.
Sedangkan girbah-girbah air tersebut seakan mau meledak karena kepenuhan.
Kemudian Rasulullah saw. berkata: "Kemarikanlah apa yang ada pada
kalian." Akhirnya terkumpullah untuk wanita itu beberapa potong roti
dan kurma hingga bisa dia bawa kepada keluarganya. Wanita itu bercerita (kepada
kaumnya): "Aku bertemu dengan orang yang paling hebat sihirnya, atau
dia itu adalah seorang nabi sebagaimana yang mereka katakan." Lalu
Allah memberi petunjuk (hidayah) kepada kaum itu dengan (perantara) wanita
tersebut. Akhirnya wanita itu dan kaumnya masuk Islam." Dalam satu riwayat[7] disebutkan:
"Adalah kaum muslimin, setelah peristiwa itu, menyerang orang-orang
musyrik yang ada di sekitarnya, tetapi mereka tidak mengenai/menyerang kaum
dari mana wanita itu berasal. Pada suatu hari, wanita itu berkata kepada
kaumnya: "Saya tidak melihat kaum itu meninggalkan kalian dengan
sengaja. Maka apakah kalian mau masuk Islam?" Lalu mereka mentaatinya,
kemudian mereka masuk Islam." (HR BukhÉrÊ dan Muslim)[8]
B. Hak Wanita
Mendapatkan Pendidikan dan Pengajaran[9]
Aisyah r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Barang
siapa yang diuji dalam urusan anak-anak perempuan ini, lalu dia berbuat ihsan
(baik) kepada mereka, maka mereka akan menjadi tirai baginya dari neraka."
(HR BukhÉrÊ dan Muslim)[10]
Perbuatan ihsan yang mana yang lebih besar nilainya untuk
anak-anak wanita dibandingkan dengan ihsan mengajar dan mendidik mereka? Abū Burdah, dari
ayahnya, berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Barangsiapa yang
mempunyai budak perempuan, lalu dia mengajarnya dengan baik dan mendidiknya
dengan baik kemudian memerdekakannya dan mengawininya, maka baginya dua
ganjaran ..." (HR BukhÉrÊ)[11]
Jika seorang muslim dihimbau untuk mengajar dan mendidik budak
perempuannya dengan baik, maka mengajar dan mendidik putrinya sendiri dengan
baik tentu lebih wajib dan lebih utama. Sebaik-baik hal yang dijadikan bekal
hidup adalah akhlak yang baik dan ilmu yang bermanfaat. Dari waktu ke waktu,
jika akhlak yang baik sudah merupakan sesuatu yang tetap dan baku, dikatakan
bahwa ilmu yang bermanfaat akan mengalami perbedaan jenis dan kadarnya.
Ibnu Juraij, dari Atha dan dari Jabir bin Abdullah, berkata:
"Nabi saw. berdiri pada hari raya Fitri, lalu shalat. Dimulai dengan
shalat, setelah itu baru khotbah. Selesai berkhotbah beliau turun, kemudian
mendatangi jamaah wanita. Sambil bersandar pada tangan BilÉl,beliau
menyampaikan nasihat kepada kaum wanita. Sementara BilÉl
menggelar/membentangkan kainnya, lantas kaum wanita menjatuhkan sedekah mereka
ke atas kain tersebut. Menurut satu riwayat[12] dari Ibnu Abbas,
beliau (Nabi saw.) merasa belum memperdengarkan kepada kaum wanita (nasihat
yang beliau sampaikan), maka beliau pergi kepada kaum wanita untuk memberi
mereka nasihat dan menyuruh mereka bersedekah. Ibnu Juraij berkata: "Apakah
seorang imam (pada masa sekarang ini) berhak melakukan yang demikian itu dalam
memberikan peringatan kepada kaum wanita?" AthÉ berkata:
"Hal itu adalah hak mereka. Jadi mengapa mereka tidak boleh
melakukannya?" (HR BukhÉrÊ)[13]
Ketika Rasulullah saw. merasa bahwa dirinya belum memperdengarkan
(nasihat yang beliau sampaikan) kepada kaum wanita --mengingat banyaknya jamaah
yang hadir, sementara shaf kaum wanita berada di belakang shaf kaum laki-laki--
lalu beliau mendatangi kaum wanita untuk memberikan nasihat kepada mereka guna
menunaikan hak mereka dalam bidang pendidikan dan pengajaran. Semoga Allah
mencurahkan rahmat-Nya kepada Atha yang berpendapat mengenai wajibnya memberi
peringatan dan mengajar kaum wanita serta menentang kelalaian tokoh-tokoh pada
zamannya dalam menunaikan kewajiban ini. Di samping nash-nash ini, yang
menegaskan hak-hak wanita mengenai pendidikan dan pengajaran agar wanita mampu
melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik, masih ada kaidah ushul fiqih yang
mengatakan yang artinya: "Suatu kewajiban yang tidak akan sempurna
kecuali dengan sesuatu perkara, maka perkara itu wajib kecuali dengannya, maka
perkara tersebut (hukumnya juga) wajib." Dalam hal tanggung jawab ini,
jika pelaksanaannya tidak wajib, tentu hukumnya sunnah/mandub.
C. Keikutsertaan
Wanita Dalam Meriwayatkan Sunnah dan Mengajarkannya
Al-HafÊzh adz-DzahabÊ berkata: "Belum ditemukan
pada wanita bahwa dia berdusta dalam (meriwayatkan) suatu hadits."[14] Berkata pula
asy-Syaukani: "Tidak pernah diriwayatkan dari salah seorang ulama bahwa
dia menolak riwayat seorang wanita karena dia wanita. Betapa banyak sunnah yang
sampai kepada umat ini diterima dari salah seorang istri sahabat. Dalam hal
ini, belum seorang pun yang menyangkal, betapapun rendah pengetahuannya tentang
sunnah."[15] Aisyah r.a.
berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Barangsiapa yang
mengada-adakan sesuatu yang baru dalam urusan (agama) kita ini, yang tidak kami
perintahkan, maka hal itu ditolak." (HR BukhÉrÊ dan Muslim)[16]
Aisyah juga berkata bahwa Nabi saw. senang mendahulukan yang kanan
ketika ingin memakai sandal, menata rambut, bersuci, dan dalam semua urusannya.
(HR BukhÉrÊ dan Muslim)[17] Aisyah berkata:
"Rasulullah saw. pernah mendengar suara orang bertengkar di pintu, suara
mereka keras sekali. Tiba-tiba salah seorang dari mereka meminta kepada yang
lain agar membebaskan sebagian utangnya dan bersikap lunak. Yang lain itu
berkata: 'Demi Allah, aku tidak mau melakukan hal itu.' Maka Rasulullah saw.
keluar, lalu berkata: 'Mana orang yang bersumpah berlebihan dengan nama Allah
bahwa dia tidak akan berbuat baik?' Orang itu berkata: 'Saya, wahai
Rasulullah!' Tetapi sekarang dia boleh memilih mana yang lebih disukainya
(antara pembebasan sebagian utangnya atau sikap lunak dalam berperkara)."
(HR BukhÉrÊ dan Muslim)[18]
Hafshah berkata: "Aku tidak pernah melihat Rasulullah saw.
melakukan shalat sunnat dalam keadaan duduk sampai satu tahun sebelum beliau
wafat. Setelah itu beliau jadi biasa melakukannya dalam posisi duduk. Beliau selalu
membaca surat secara tartil, dan terkadang sampai lama sekali." (HR
Muslim)[19]
Ummu Salamah berkata bahwa Rasulull ah saw. mendengar pertengkaran
di depan pintu kamar beliau. Lalu beliau keluar menemui mereka, dan berkata:
"Aku hanyalah seorang manusia. Terkadang datang kepadaku orang-orang yang
bersengketa. Boleh jadi sebagian dari kalian lebih pintar dari sebagian yang
lain (dalam berhujjah) sehingga aku mengira dialah yang benar, lalu aku
mengeluarkan keputusan yang menguntungkannya. Karena itu, barangsiapa yang aku
putuskan mendapat hak orang lain, maka hal itu sebenarnya tidak lain adalah
sepotong api neraka. Jadi terserah dia, mau mengambilnya atau
membiarkannya." (HR BukhÉrÊ dan Muslim)[20]
Zainab binti Jahasy bercerita bahwa Nabi saw. suatu ketika datang
menemuinya dalam keadaan ketakutan, lalu berkata: "La Ilaaha Illallah!
Celakalah bangsa Arab dari petaka yang telah dekat. Hari ini dinding Ya'juj dan
Ma'juj terbuka sekian." Beliau membuat lingkaran dengan jari jempol
dan telunjuknya. Zainab berkata: "Aku bertanya: 'Wahai Rasulullah, apakah
kami akan binasa, sementara di tengah-tengah kami ada orang-orang yang saleh?'
Nabi saw. menjawab: "Ya jika kemaksiatan dan kejahatan sudah
banyak." (HR BukhÉrÊ dan Muslim)[21]
Ummu Habibah berkata: "Ya Allah, bahagiakanlah aku dengan
panjangnya usia suamiku, Rasulullah saw., bapakku Abū Sufyan, dan
saudaraku Mu'Éwiyah." Mendengar itu Nabi saw. berkata: "Itu artinya
kamu memohon kepada Allah tentang ajal-ajal yang sudah ditentukan, hari-hari
yang sudah dihitung, dan rezeki-rezeki yang sudah dibagi. Sedikit pun tidak
akan dimajukan dari waktunya dan juga tidak ditangguhkan dari waktunya.
Seandainya kamu mau bermohon kepada Allah supaya Dia berkenan melindungimu dari
siksa neraka, atau dari siksa kubur, niscaya hal itu lebih baik dan lebih
utama." Dia berkata: "Dan aku menyebut tentang kera di hadapan
Rasulullah saw." Mis'ar (salah seorang perawi) berkata: "Kelihatannya
dia berkata: 'Dan babi termasuk jelmaan.' Lantas Rasulullah saw. bersabda: "Sesungguhnya
Allah tidak menjadikan keturunan bagi jelmaan. Kera dan babi sudah ada sebelum
itu." (HR Muslim)[22]
Juwairiyyah berkata: "Bahwa Nabi saw. pagi-pagi sekali
selesai shalat subuh keluar dari tempatnya, ketika itu dia berada di tempat
shalatnya. Memasuki waktu dhuha, Nabi saw. kembali, sementara dia masih tetap
duduk di tempat shalatnya. Nabi saw. bertanya: 'Kamu belum juga beranjak dari
tempatmu itu sejak tadi?' Juwairiyyah menjawab: 'Benar.' Nabi saw. berkata:
'Tadi aku membaca empat kalimat sebanyak tiga kali. Dan seandainya ia ditimbang
dan dibandingkan dengan apa yang telah kamu katakan sejak hari ini, maka akan
lebih berat timbangannya apa yang aku baca itu: yaitu Maha Suci Allah, dan
dengan puji-Nya yang sebanyak jumlah makhlukNya, ridha diri-Nya, keagungan
Arasy-Nya, dan sebanyak kalimat-kalimat-Nya.'" (HR Muslim)[23]
ShÉfiyyah binti Huyay berkata: "Bahwa dia datang mengunjungi
Rasulullah saw. Yang sedang melakukan i'tikaf di masjid pada sepuluh hari yang
terakhir dari bulan Ramadan. Setelah berbicara secukupnya dengan Rasulullah
saw., dia berdiri untuk pulang. Lalu Nabi saw. berdiri pula bersamanya untuk
me-ngantarkannya, hingga ketika sampai di masjid di dekat pintu Ummu Salamah,
tiba-tiba lewat dua orang laki-laki Anshar. Keduanya mengucapkan salam kepada
Rasulullah saw. Lalu Nabi saw. berkata kepada keduanya: "Perlahan-lahanlah
kalian. Dia ini adalah Shafiyyah binti Huyay." Mereka berkata: "Maha
suci Allah, ya Rasulullah!" Dan hal itu dirasakan berat oleh mereka berdua
karena mungkin dianggap curiga. Lalu Nabi saw. berkata: "Sesungguhnya
setan itu mencapai diri manusia sejauh yang bisa dicapai oleh darah, dan aku
khawatir bahwa setan itu melemparkan sesuatu ke dalam hatimu berdua."
(HR BukhÉrÊ dan Muslim)[24]
Maimūnah berkata: "Apabila Rasulullah saw. sedang melakukan sujud,
beliau merenggangkan kedua lengan beliau sampai putihnya ketiak beliau bisa
dilihat dari belakang; dan apabila duduk, beliau duduk dengan penekanan di atas
paha beliau yang kiri." (HR Muslim)[25]
Asma binti Abū Bakar r.a. berkata bahwa Nabi saw.
bersabda: "Aku berada di atas telaga sehingga aku dapat melihat siapa
diantara kalian yang datang kepadaku. Dan orang-orang yang dibawahku akan
dihukum, lalu aku berkata: 'Wahai Tuhanhu, mereka bagian dariku dan termasuk
umatku?, Lalu dijawab: 'Apakah engkau tahu apa yang mereka perbuat sesudahmu?
Demi Allah, mereka kembali pada kekafiran sepeninggalmu.'" (HR BukhÉrÊ dan
Muslim)[26]
Juga dari Asma dikatakan: "Ketika terjadi gerhana bulan
Kami diperintahkan memerdekakan budak." Dan menurut satu riwayat: "Nabi
saw. memerintahkan orang supaya memerdekakan budak ketika terjadi gerhana
matahari." (HR BukhÉrÊ)[27]
Ummu Sulaim berkata: "Sesungguhnya Nabi saw. pernah
mendatangi rumahnya, lalu tidur siang (istirahat) di rumahnya. Ummu Sulaim lalu
menggelarkan selembar hamparan dari kulit, lalu Nabi saw. tidur (siang) di
atasnya. Ketika itu beliau banyak sekali mengucurkan keringat. Lalu Ummu Sulaim
mengumpulkannya dan mencampurnya dengan minyak wangi, kemudian memasukkannya ke
dalam botol-botol kecil. Kemudian Nabi saw. bertanya: 'Ummu Sulaim, apa ini?'
Ummu Sulaim menjawab: 'Keringatmu, aku campur dengan minyak wangiku.'" (HR
Muslim)[28]
Ummu Athiyyah berkata: "Aku ikut berperang bersama Rasulullah
saw. sebanyak tujuh kali peperangan. Aku selalu ditempatkan di bagian belakang
pasukan. Akulah yang membuat makanan untuk mereka, mengobati yang luka-luka,
dan menolong yang sakit." (HR Muslim)[29]
Zainab, istri Abdullah bin Mas'ud, berkata: "Rasulullah saw.
berkata kepada kami: 'Apabila ada salah seorang dari kalian yang ingin pergi
ke masjid, janganlah dia menyentuh (memakai) wewangian.'" (HR Muslim)[30]
Ummu Syarik berkata: "Bahwa Nabi saw. memerintahkannya
membunuh cecak." (HR BukhÉrÊ dan Muslim)[31]
Khaulah binti Hakim berkata: "Aku mendengar Rasulullah saw.
bersabda: 'Barangsiapa singgah di suatu rumah kemudian membaca doa:
"Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan
makhluk-Nya, maka tidak ada sesuatu apa pun yang akan mengganggunya, sampai dia
pergi dari rumah tersebut.'" (HR Muslim)[32]
Ummu Hushain berkata: "Aku ikut bersama Rasulullah saw.
sewaktu melakukan haji wada'." Ummu Hushain berkata bahwa Rasulullah
berbicara (berkhotbah) panjang sekali, lalu beliau bersabda: 'Sekalipun
dijadikan pemimpin atas kalian seorang budak yang cacat hidungnya --rasanya dia
juga mengatakan hitam-- lalu dia menuntun kalian dengan KitÉbūllah, maka kalian
harus mendengarkan katanya dan menaati perintahnya.' (HR Muslim)[33]
Ummu Kaltsum binti Uqbah berkata: "Aku mendengar Rasulullah
saw. bersabda: 'Bukanlah termasuk pendusta orang yang mendamaikan di antara
manusia, lalu dia mengembangkan kebaikan atau mengatakan yang baik.'"
(HR BukhÉrÊ dan Muslim)[34]
Dari Ummu Hani, dia berkata: "Aku pergi menemui Rasulullah
saw. pada tahun penaklukan kota Mekah. Aku dapati beliau sedang mandi,
sementara Fathimah, putrid beliau, berusaha menutupi beliau dengan kain. Aku
mengucapkan salam kepada beliau. Beliau bertanya: 'Siapa itu?'Aku menjawab:
'Aku Ummu Hani binti Abi Thalib.' Beliau berkata: 'Selamat datang Ummu Hani.'
Setelah selesai mandi beliau berdiri, lalu melakukan shalat sebanyak delapan
rakaat dengan hanya memakai sehelai kain." (HR BukhÉrÊ dan Muslim)[35]
Fathimah binti Qais berkata: "Aku menikah dengan putranya
Mughirah, seorang pemuda Quraisy terbaik. Namun dia gugur pada jihad yang
pertama bersama Rasulullah saw. Ketika aku hidup menjanda, aku dilamar oleh
Abdurrahman bin Auf di hadapan sekelompok sahabat Rasulullah saw. Rasulullah
saw. sendiri yang melamarku untuk budaknya (cucu angkat beliau), Usamah bin
Zaid, sedangkan aku pernah mendengar hadits bahwa Rasulullah saw. bersabda:
'Barangsiapa yang mencintai aku, hendaklah dia pula mencintai Usamah.' Ketika
Rasulullah saw. membicarakan masalah itu padaku, aku berkata: 'Perkaraku ada di
tangan engkau, maka nikahkanlah aku dengan siapa yang engkau inginkan
...'" (HR Muslim)[36]
Ummu Hisyam binti Haritsah bin Nu'man berkata: "Aku tidak
hafal surat Qaaf kecuali dari mulut Rasulullah saw. yang selalu berkhotbah
dengan membacanya pada setiap hari Jum'at. Ummu Hisyam berkata lagi: 'Dapur
kami dan dapur Rasulullah saw. adalah satu.'" (HR Muslim)[37]
Ar-Rubai' binti Mu'awwidz berkata bahwa Rasulullah saw. mengutus
orang-orang pada pagi hari Asyura untuk memberi tahu penduduk perkampungan kaum
Anshar: "Barangsiapa yang pada pagi hari ini berbuka, maka hendaklah dia
menyempurnakan (berpuasa) pada sisa harinya, dan barangsiapa yang pada pagi
harinya sudah berpuasa, maka hendaklah dia meneruskan puasanya." Kami
berpuasa pada hari tersebut, bahkan kami menyuruh anak-anak kami berpuasa. Kami
membuatkan untuk mereka mainan yang terbuat dari bulu biri-biri yang sudah
dicat. Jika ada di antara mereka yang menangis minta makan, maka kami berikan
kepadanya mainan tersebut sampai tiba waktu berbuka. (HR BukhÉrÊ dan Muslim)[38]
D. Keikutsertaan WAnita
Dalam Kegiatan Ibadah Yang Dilakukan Secara Berjama’ah
1. Shalat Fardu
Aisyah r.a. berkata: "Perempuan-perempuan mukmin ikut hadir
bersama Rasulullah saw. untuk melaksanakan shalat subuh dengan menyelimutkan
pakaian-pakaian mereka. Kemudian mereka kembali ke rumahnya setelah mengerjakan
shalat, sementara tidak seorang pun yang bisa mengenali mereka karena gelapnya
suasana." (HR BukhÉrÊ dan Muslim)[39]
2. Shalat Gerhana
Asma binti Abū Bakar r.a. berkata: "Aku
datang menemui Aisyah, istri Nabi saw., pada saat terjadi gerhana matahari,
sedangkan orang-orang sedang melakukan shalat, dan Aisyah juga sedang melakukan
shalat. Aku bertanya: 'Mengapa orang-orang (melakukan shalat)?' Aisyah memberi
isyarat dengan tangannya ke arah langit dan berkata: 'Subhanallah (Maha Suci
Allah).' Aku bertanya: 'Apakah itu tanda kebesaran (ayat) Allah?' Dia memberi
isyarat: 'ya.'Aku pun kemudian ikut shalat sehingga hampir saja aku pingsan
(karena lamanya shalat itu). Lalu aku kucurkan air ke atas kepalaku. Setelah
selesai shalat Rasulullah saw. mengucapkan puja-puji kepada Allah SWT, kemudian
berkata ..." (HR BukhÉrÊ dan Muslim)[40]
3. Shalat Jenazah
Aisyah r.a. berkata bahwa dia berkata: "Tatkala Sa'ad bin Abi
WaqqÉsh meninggal dunia, para istri Nabi saw. menyuruh agar jenazahnya
dilewatkan di dalam masjid agar mereka juga bisa menyalatinya. Lalu orang-orang
melaksanakannya. Jenazah Sa'ad dihentikan pada kamar-kamar para istri Nabi saw.
sehingga mereka bisa menyalatinya ..." (HR Muslim))[41]
Demikian pula, kaum wanita ikut menyalati jenazah Rasulullah saw.
Al-Imam an-Nawawi berkata: "Pendapat yang sahih menurut jumhur (mayoritas)
ulama adalah bahwa mereka menyalati Rasulullah saw. secara sendiri-sendiri.
Artinya, masuk satu rombongan, lalu mereka shalat sendiri-sendiri. Kemudian
keluar. Setelah itu masuk pula rombongan yang lain, lalu shalat seperti tadi.
Sementara wanita masuk setelah kaum laki-laki selesai. Selanjutnya
anak-anak."[42]
4. I'tikaf
Aisyah r.a., istri Nabi saw., berkata bahwa Nabi saw. melakukan
i'tikaf pada sepuluh hari yang terakhir dari bulan Ramadhan sampai beliau
dipanggil oleh Allah SWT. Kemudian para istri beliau tetap melakukan i'tikaf
sepeninggal beliau. (HR BukhÉrÊ)[43]
5. Haji
Ummu Salamah r.a. berkata: "Aku mengeluh karena sakit kepada
Rasulullah saw. Dan beliau bersabda: 'Lakukanlah thawaf di belakang orang-orang
dengan menaiki kendaraan.' Kemudian aku thawaf dan pada saat itu Rasulullah
saw. tengah shalat di samping Baitullah dengan membaca surat ath-Thūr wa KitÉbin Masthūr." (HR BukhÉrÊ
dan Muslim)[44]
Ummul Fadhal binti al-Harits r.a. berkata bahwa sesungguhnya ada
beberapa orang yang berselisih pendapat di dekatnya pada hari Arafah mengenai
apakah Nabi saw. Berpuasa pada hari itu. Sebagian mereka mengatakan bahwa
beliau berpuasa, sementara yang sebagian lagi mengatakan bahwa beliau tidak
berpuasa. Akhirnya aku kirimkan semangkuk susu kepada Nabi saw. yang sedang
melakukan wukuf di atas untanya, dan beliau meminumnya. (HR BukhÉrÊ dan Muslim)[45]
Yahya bin Hushain, dari neneknya, Ummu al-Hushain r.a., berkata:
"Aku pernah mendengar nenekku mengatakan: 'Aku ikut bersama Rasulullah
saw. sewaktu melakukan haji wada. Aku melihat beliau ketika melontar jumrah
Aqabah lalu beliau pergi ...'" (HR Muslim)[46]
E. Keikutsertaan
Wanita Dalam Perayaan Umum
1. Pesta Perkawinan
Anas r.a. berkata: "Nabi saw. melihat beberapa orang
perempuan dan anak-anak datang dari suatu pesta perkawinan, lalu beliau
memaksakan diri berdiri dan berkata: 'Ya Allah, kalian termasuk orang-orang
yang paling aku senangi.' Ucapan tersebut beliau ucapkan sebanyak tiga
kali." (HR BukhÉrÊ dan Muslim)[47]
Sahal r.a. berkata: "Ketika Abū Usaid as-Sa'idiy
menjadi pengantin, dia mengundang Nabi saw. beserta sahabat-sahabat beliau.
Tidak ada yang membuat makanan dan menghidangkannya kepada mereka selain
istrinya, Ummu Usaid. Dia telah merendam beberapa biji kurma dalam satu bejana
yang terbuat dan batu pada malam harinya. Setelah Nabi saw. selesai makan, Ummu
Usaid mengaduk kurma tersebut hingga hancur, lalu menuangkannya khusus untuk
Nabi saw. sebagai penghormatan bagi beliau." (HR BukhÉrÊ dan Muslim)[48]
2. Pesta Hari
Raya
Athiyyah r.a. berkata: "... kami diperintahkan supaya keluar
pada hari raya, sehingga kami mengeluarkan gadis-gadis perawan dari pingitannya
dan mengeluarkan wanita-wanita haid. Mereka berada di belakang orang banyak,
ikut bertakbir dan berdoa bersama yang lainnya karena mengharapkan berkah dan
kesucian hari tersebut." Menurut satu riwayat[49]: "Supaya mereka bisa
ikut menyaksikan kebaikan dan mendengarkan seruan (dakwah) orang-orang mukmin."
(HR BukhÉrÊ dan Muslim)[50]
Aisyah r.a. berkata: "... Pada hari raya orang-orang berkulit
hitam bermain perisai dan tombak. Entah aku yang meminta atau barangkali Nabi
sendiri yang berkata padaku: 'Apakah engkau ingin melihatnya?' Aku jawab: 'Ya.'
Lalu beliau menyuruhku berdiri di belakangnya, dan pipiku menempel pada pipi
beliau. Beliau berkata, "Minggirlah, wahai Bani Arfidah!' Akhirnya aku
bosan menonton. Nabi saw. berkata: 'Bagaimana, sudah cukup?'Aku jawab: 'Ya.'
Nabi saw. berkata: 'Kalau begitu, pergilah!'" (HR BukhÉrÊ dan Muslim)[51]
3. Pesta
Penyambutan
Abū Bakar ash-Shiddiq r.a. berkata: "Kami tiba di Madinah pada
malam hari hijrah ...lalu kaum laki-laki dan wanita naik ke atas rumah-rumah
mereka, sedangkan anak-anak dan para pelayan bertebaran di jalan-jalan sambil
berseru: 'Wahai Muhammad Rasulullah, wahai Muhammad Rasulullah.'" (HR
Muslim)[52]
F. Keikutsertaan
Wanita Dalam Melayani Masyarakat (Kegiatan Sosial)
1. Bekerjasama
dalam Perayaan
Abdul WahÊd bin Aiman berkata: "Ayahku bercerita padaku, katanya:
'Suatu hari aku menemui Aisyah r.a.. Ketika itu dia memakai baju yang terbuat
dari katun, harganya lima dirham. Dia berkata: 'Coba arahkan pandanganmu kepada
pembantu perempuanku itu, bagaimana dia merasa menolak memakai pakaian itu di
rumah. Pada zaman Rasulullah saw. dahulu baju ini sering sekali dipinjam oleh
wanita-wanita Madinah untuk digunakan berdandan."" (HR BukhÉrÊ)[53]
2. Menyediakan
Tempat dan Makanan bagi Para Tamu
Fathimah binti Qais berkata: "... Dan Ummu Syauraik adalah
seorang wanita kaya kaum Anshar. Dia membelanjakan hartanya banyak sekali untuk
kepentingan agama Allah, dan rumahnya sering sekali disinggahi oleh para tamu
..." (HR Muslim)[54]
3. Berkiprah
dalam Pelayanan Masyarakat
Ummul Ala berkata: "... lalu Utsman bin Mazh'ūn sakit di rumah
kami dan aku merawatnya hingga dia meninggal dunia." (HR BukhÉrÊ)[55]
G. Keikutsertaan
Wanita Dalam Kegiatan Politik
1. Meninggalkan
Kampung Halaman untuk Menjauhkan Diri dari Masyarakat Kafir
Marwan dan Miswar bin Makhramah berkata: "Pada suatu hari
datanglah berhijrah beberapa orang wanita mukminat dan Ummu Kaltsum binti Uqbah
bin Abi Mu'ith di antara orang-orang yang pergi kepada Rasulullah saw. pada
saat itu. Ketika itu, dia sudah menjadi gadis dewasa. Maka datanglah
keluarganya untuk meminta kepada Nabi saw. agar beliau mengembalikan Ummu
Kaltsum kepada mereka. Tetapi Nabi saw. Menolak mengembalikannya kepada mereka
..." (HR BukhÉrÊ)[56]
2. Usaha Memilih
Pengganti Penguasa (untuk menjaga keamanan negara pada saat negara mengalami
krisis)
Ibnu Umar berkata: "Aku pergi menemui Hafshah. Dia berkata
kepadaku: 'Apakah kamu sudah tahu bahwa bapakmu tidak menunjuk seseorang untuk
menjadi khalifah?'Aku jawab: 'Memang, dan rasanya dia tidak mungkin melakukan
hal itu.' Hafshah berkata: 'Tetapi dia harus melakukannya.' Ibnu Umar berkata:
'Lalu aku bersumpah bahwa aku akan membicarakan hal itu kepada bapakku
...'" (HR Muslim)[57]
3. Menentang
Penguasa yang Zalim
Abū Naufal berkata: "... setelah terbunuhnya Abdullah bin
Zubair, al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi pergi menemui Asma binti Abū Bakar, lalu
berkata: 'Bagaimana pendapatmu mengenai apa yang telah aku lakukan terhadap
musuh Allah itu?' Asma berkata: 'Aku berpendapat bahwa kamu telah merusak
dunianya, sementara dia telah merusak akhiratmu ... dan bahwasanya Rasulullah
saw. pernah menceritakan kepada kami bahwa di antara kaum Tsaqif itu ada
seorang pembohong dan seorang perusak (tirani). Pembohong itu sudah kita lihat,
sedangkan perusak (tirani), aku kira kamulah orangnya.' Abū Naufal berkata:
'Mendengar itu, al-Hajjaj berdiri meninggalkan Asma tanpa melanjutkan lagi
dialognya.'" (HR Muslim)[58]
H. Keikutsertaan
Wanita Dalam Angkatan Bersenjata (Sesuai Dengan Kodratnya)
1. Bekerja dalam
Bidang Konsumsi, Kesehatan, dan Transportasi
Ruba'i binti Mu'awwidz berkata: "Kami pernah ikut berperang
bersama Rasulullah saw. Kami bertugas memberi minum pasukan dan melayani mereka
serta memulangkan orangorang yang terbunuh dan terluka ke Madinah." (HR BukhÉrÊ)[59]
2. Bekerja di
Bagian Belakang Garis Pertempuran dalam Bidang Konsumsi dan Perawatan
Ummu Athiyyah al-Anshariyyah berkata: "Aku ikut berperang
bersama Rasulullah sebanyak tujuh kali peperangan. Aku selalu ditempatkan di bagian
belakang pasukan. Akulah yang membuatkan makanan untuk mereka, mengobati yang
luka-luka, dan membantu yang sakit." (HR Muslim)[60]
I. Kebebasan
Wanita Untuk Berkarir (Yang Tidak Bertentangan Dengan Tanggung Jawab Keluarga)
1. Bekerja dalam
Bidang Pertanian
Jabir bin Abdullah berkata: "Bibiku dicerai dan dia bermaksud
hendak mengambil buah kurma pada masa 'iddahnya. Namun, ada seorang laki-laki
menghardiknya agar jangan keluar dan rumahnya. Lalu bibiku pergi menemui
Rasulullah saw. (untuk menanyakan masalah). Nabi saw. berkata: 'Tidak apa-apa,
potonglah buah kurmamu. Barangkali dengan begitu kamu bisa bersedekah atau
melakukan sesuatu kebajikan.'" (HR Muslim)[61]
2. Bekerja dalam
Bidang Peternakan
Sa'ad bin Mu'adz berkata bahwa seorang budak perempuan milik Ka'ab
bin Malik pada suatu hari menggembalakan kambing di daerah Sal'i (kawasan
perbukitan di Madinah). Tiba-tiba ada seekor kambing; yang mau mati. Lalu budak
perempuan itu mengambil pecahan batu, kemudian menyembelih kambing tersebut
dengan pecahan batu itu. Ketika hal itu ditanyakan kepada Nabi saw., beliau
menjawab: "Makan saja kambing itu." (HR BukhÉrÊ)[62]
3. Bekerja dalam
Bidang Perawatan
Aisyah r.a. berkata: "Sa'ad terluka pada saat Perang
Khandaq... Lantas Nabi saw. mendirikan tenda dalam masjid, agar beliau bisa
menjenguk Sa'ad dari dekat ..." (HR BukhÉrÊ dan Muslim)[63] Al-HafÊzh Ibnu Hajar
berkata: "... dan Rasulullah saw. menempatkan Sa'ad di tenda Rufaidah di
samping masjid beliau. Rufaidah adalah seorang wanita yang sudah biasa merawat orang-orang
yang terluka. Lalu Nabi saw. berkata: 'Tempatkanlah Sa'ad di tenda Rufaidah
agar aku dekat menjenguknya.'"[64]
J. Kedudukan
Wanita Di Tengah
Dari Abdullah bin Umar dikatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Dunia
itu adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah istri yang salehah
." (HR Muslim)[65]
K. Kebebasan
Wanita Untuk Memilih Pendamping Hidupnya
Dari Abū Hurairah dikatakan bahwa Nabi saw. bersabda: "Seorang
wanita janda tidak boleh dinikahkan sebelum ia dimintai pertimbangan dan
seorang gadis perawan tidak boleh dinikahkan sebelum ia dimintai
persetujuan." (HR BukhÉrÊ dan Muslim)[66]
L. Tanggung Jawab
Suami dan Istri Dalam Keluarga
1. Tanggung Jawab
Laki-laki
Pertama, memimpin keluarga. Dari Ibnu Umar dikatakan bahwa Nabi saw.
bersabda: "... dan seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya,
dan dia bertanggung jawab ..." (HR BukhÉrÊ dan Muslim)[67] Kedua, memberi nafkah
keluarga. Jabir berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Dan kewajiban
kalian (suami-suami) memberi mereka (istri-istri) makan dan pakaian menurut
yang wajar (ma'ruf)." (HR BukhÉrÊ dan Muslim)[68]
2. Tanggung Jawab
Wanita
Pertama, memelihara dan mendidik anak-anak. Dari Ibnu Umar, dikatakan
bahwa Rasulullah saw. bersabda: "... dan wanita/istri adalah pemimpin
atas penghuni rumah suaminya dan anaknya, dan dia bertanggung jawab terhadap
mereka." (HR BukhÉrÊ dan Muslim)[69] Kedua, mengatur urusan
rumah tangga. Dari Ibnu Umar dikatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda: "...
dan wanita adalah pemimpin atas rumah suaminya, dan dia harus bertanggung
jawab." (HR BukhÉrÊ dan Muslim)[70]
M. Peran Wanita
Dalam
1. Kerjasama
dalam Memimpin (melalui introspeksi dan musyawarah)
Umar ibnul Khattab berkata: "Demi Allah, pada zaman jahiliah
kami menganggap wanita sesuatu yang tidak berarti sama sekali sampai turun ayat
Allah mengenai wanita dan memberinya bagian khusus. Tetapi pada suatu hari,
ketika aku sedang berintrospeksi, tiba-tiba istriku berkata kepadaku: 'Cobalah
kamu lakukan begini dan begini.'Aku lalu bertanya kepadanya dengan nada heran:
'Mengapa kamu menghalangi apa yang aku kehendaki?' Istriku berkata: 'Heran aku
terhadap kamu ini, wahai ibnul Khattab. Kamu tidak mau dikoreksi, sedangkan
putrimu (Hafshah) telah membuat ulah kepada Rasulullah saw. sehingga sehari
penuh beliau murung.'" (HR BukhÉrÊ dan Muslim)[71]
Umar ibnul Khattab berkata: "Kami orang-orang Quraisy sudah
terbiasa menguasai wanita. Tetapi tatkala tiba di Madinah, kami malah
mendapatkan orang-orang Anshar dikuasai oleh wanita mereka. Maka sejak itu
wanita-wanita kami mulai meniru etika wanita-wanita Anshar tersebut. Karena itu
aku marah-marah pada istriku. Tetapi dia malah membantahku. Hal itu tentu saja
tidak bisa aku terima. Namun dia malah membela diri dengan mengatakan: 'Mengapa
kamu tidak bisa menerima jika aku membantahmu? Demi Allah, istri-istri Nabi
saja pernah membantah beliau. Bahkan ada salah seorang dari mereka pernah
mendiamkan (tidak berbicara dengan) beliau selama sehari semalam sehingga aku
takut karenanya.'" (HR BukhÉrÊ dan Muslim)[72]
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: "Dari hadits tersebut dapat
diambil pelajaran bahwa terlalu keras terhadap istri-istri bukanlah sikap yang
terpuji. Sebab, Nabi saw. sendiri meniru sikap orang-orang Anshar dalam
memperlakukan wanita mereka dan menanggalkan sikap kaum beliau sendiri."[73]
2. Kerjasama
dalam Memberi Nafkah
Abū Sa'id al-Khuduri berkata bahwa Nabi saw. bersabda kepada Zainab,
istri Abdullah bin Mas'ud: "Suamimu dan anakmu adalah lebih berhak
untuk kamu berikan sedekahmu kepada mereka." (HR BukhÉrÊ)[74]
3. Kerjasama
dalam Mengasuh dan Mendidik Anak anak
Abdullah bin Umar ibnul Ash bercerita bahwa Nabi saw. bersabda
kepadanya: "Dan bahwa sesungguhnya anakmu mempunyai hak atasmu."
(HR Muslim)[75]
4. Kerjasama
dalam Menangani Urusan Rumah Tangga
Dari al-Aswad, dia berkata: "Aku bertanya kepada Aisyah
mengenai apa yang dilakukan oleh Nabi saw. di rumah beliau. Aisyah mengatakan:
'Beliau biasanya suka membantu urusan keluarganya. Lalu bila waktu shalat tiba,
beliau pergi untuk mengerjakan shalat.'" (HR BukhÉrÊ)[76]
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: "Di dalam hadits Aisyah lainnya
yang dikeluarkan oleh Ahmad dan Ibnu Sa'ad serta disahihkan oleh Ibnu Hibban,
Aisyah berkata: 'Beliau (Nabi saw.) yang menjahit kainnya, menjahit sepatunya,
dan mengerjakan apa yang biasa dikerjakan oleh kaum laki-laki di rumah
mereka."[77]
5. Hak Wanita
Meminta Cerai kepada Suami
Dari Ibnu Abbas, dia berkata: "Istri Tsabit bin Qais datang
kepada Nabi saw., lalu berkata: 'Wahai Rasulullah, aku tidak mencela Tsabit
mengenai agama atau akhlaknya. Akan tetapi, aku khawatir akan berbuat kekufuran
(karena kurang menyukainya).' Rasulullah saw. bertanya: 'Lalu, apakah kamu
bersedia mengembalikan kebunnya?' Wanita itu menjawab: 'Ya.' Lantas dia
mengembalikan kebunnya kepada Tsabit dan Nabi saw. menyuruh Tsabit untuk
menceraikan istrinya." (HR BukhÉrÊ)[78]
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: "Dalam hadits tersebut terdapat
beberapa pelajaran, di antaranya bahwa apabila keretakan rumah tangga terjadi
dari pihak perempuan saja, maka diperbolehkan baginya mengajukan khulu dan
membayar fidyah. Selain itu, tidak bahwa disyaratkan keretakan itu terjadi pada
kedua belah pihak. Hal itu diperbolehkan agama apabila si istri sudah tidak
suka lagi bergaul dengan suaminya, meskipun si suami tidak membencinya, dan
tidak melihat adanya sesuatu hal yang mengharuskannya untuk menceraikan
istrinya."[79] Ditambahkan lagi:
"Jika perceraian itu tidak akan menimbulkan mudharat bagi istrinya."
Sementara itu, al-Qadhi Ibnu Rusyd berkata: "Mengingat di tangan laki-laki
ada hak talak bila dia sudah tidak menyenangi istrinya lagi, maka di tangan perempuan
pun ada hak khulu bila dia sudah tidak menyenangi suaminya lagi."[80]
[1] ShahÊh al-JÉmi' ash-ShaghÊr, hadits
no. 2329.
[2] BukhÉrÊ, KitÉb: Tafsir surat at-Tahrim, Bab: Ayat "Kamu
mencari kesenangan hati istri-istrimu," jilid 10, hlm 283. Muslim, KitÉb: ThalÉk, Bab: Masalah ila' dan menjauhi istri, jilid
4, hlm. 190.
[3] BukhÉrÊ, KitÉb: Pakaian, Bab: Pakaian
yang diperkenankan oleh Nabi saw., jilid 12, hlm. 418.
[4] BukhÉrÊ, KitÉb: Tafsir surat asy-Syu'arÉ', Bab:
Ayat "Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat dan
rendahkanlah dirimu," jilid 10, hlm. 120. Muslim, KitÉb: Iman, Bab: Ayat
"Dan berilah peringatan kepada ke-rabat-kerabatmu yang terdekat, jilid 1,
hlm. 133.
[5] BukhÉrÊ, KitÉb: Jenazah, Bab: Apabila
seorang anak masuk Islam, lalu dia mati, apakah perlu dishalatkan? jilid 3 hlm.
464.
[6] Fathul Bari, jilid 3, hlm. 462.
[7] BukhÉrÊ, KitÉb: Hadits-hadits mengenai para
nabi, Bab: Tanda-tanda kenabian dalam Islam, jilid 7, hlm. 392. Muslim, KitÉb:
Masjid dan tempat-tempat shalat, Bab: Mengqadha shalat yang tertinggal, jilid
2, hlm. 140.
[8] BukhÉrÊ, KitÉb: Tayammum, Bab: Tanah
yang suci, jilid 1, hlm. 470.
[9] Sampai ke Tingkat Yang Bisa Membantunya Menunaikan
Tanggungjawabnya
[10] BukhÉrÊ, KitÉb: Ódab, Bab:
Menyayangi anak, mencium dan merangkulnya, jilid 13, hlm. 33. Muslim, KitÉb:
Kebajikan, hubungan kekeluargaan dan etika, Bab: Keutamaan berbuat baik kepada
anak-anak perempuan, jilid 8, hlm. 38.
[11] BukhÉrÊ, KitÉb: NikÉh, Bab:
Mengambil budak-budak perempuan dan orang yang memerdekakan budak perempuan
lalu mengawininya, jilid II, hlm. 28.
[12] BukhÉrÊ, KitÉb Ilmu, Bab: Imam
memberikan nasihat dan pelajaran kepada kaum wanita, jilid I, hlm. 203. Muslim,
KitÉb: shalat dua hari raya, jilid 3, hlm. 18.
[13] BukhÉrÊ, KitÉb: Dua hari raya, Bab:
Nasihat imam kepada kaum wanita pada hari raya, jilid 3, hlm. 203. Muslim, KitÉb:
Shalat dua hari raya, jilid 3, hlm. 81.
[14] Muqaddimah al-Mizan oleh
adz-Dzahabi, TahqÊq Abū Fadhal IbrÉhÊm.
[15] Nail al-AuthÉr, jilid
8, hlm. 122.
[16] BukhÉrÊ, KitÉb: Perdamaian, Bab: Apabila
perdamaian atas dasar kezaliman maka perdamaian semacam itu harus ditolak,
jilid 6, hlm. 230. Muslim, KitÉb: Kasus-kasus pengadilan, Bab: Membatalkan
keputusan-keputusan yang cacat, jilid 5, hlm. 132.
[17] BukhÉrÊ, KitÉb: Wudhu, Bab: Mendahulukan
yang kanan ketika berwudhu dan mandi, jilid 1, hlm. 280. Muslim, KitÉb:
Bersuci, Bab: Mendahulukan yang kanan ketika bersuci dan lainnya, jilid 1,
hlm. 156.
[18] BukhÉrÊ, KitÉb: Perdamaian, Bab Apakah
imam boleh meng-isyaratkan perdamaian? jilid 6, hlm. 236. Muslim, KitÉb: Jual
beli, Bab: Anjuran membebaskan uang, jilid 5, hlm. 30.
[19] Muslim, KitÉb: Shalat orang musafir,
Bab: Boleh melakukan shalat sunnat dalam keadaan berdiri dan duduk, jilid 2,
hlm. 194.
[20] BukhÉrÊ, KitÉb: Perbuatan aniaya, Bab:
Dosa orang yang berselisih dalam suatu kebatilan padahal dia mengetahuinya,
jilid 6, hlm. 31. Muslim, KitÉb: Kasus-kasus pengadilan, Bab: Putusan hukum
menurut yang zahir dan kepintaran berargumentasi, jilid 5, hlm. 129.
[21] BukhÉrÊ, KitÉb: Hadits-hadits mengenai para
nabi, Bab: Dan mereka bertanya kepadamu tentang Dzulqarnain, jilid 7, hlm.
195. Muslim, KitÉb: Fitnah (bencana) dan tanda-tanda kiamat, Bab: Hampir
tibanya bencana, jilid 8, hlm. 166.
[22] Muslim, KitÉb: Takdir, Bab: Keterangan
bahwa ajal, rezeki, dan lain-lain tidak akan ditambah atau dikurangi dari yang
telah ditetapkan dalam takdir, jilid 8, hlm. 55.
[23] Muslim, KitÉb: Dzikir dan doa, Bab:
Membaca tasbih di awal siang dan ketika hendak tidur, jilid 8, hlm. 83.
[24] BukhÉrÊ, KitÉb: I'tikaf, Bab: Apakah
orang yang sedang melakukan i'tikaf boleh keluar ke pintu masjid untuk
menunaikan sesuatu keperluan? jilid 5, hlm. 182. Muslim, KitÉb: Salam, Bab:
Keterangan bahwa seorang yang terlihat berkhulwat dengan seorang wanita,
sedangkan wanita itu adalah istri atau mahramnya, maka dianjurkan kepadanya
supaya mengatakan: "Ini si anu," jilid 7, hlm. 8.
[25] Muslim, KitÉb: Shalat, Bab: Hal-hal yang
berhubungan dengan sifat shalat yang digunakan untuk memulai dan mengakhirinya,
jilid 2, hlm 54.
[26] BukhÉrÊ, KitÉb: Doa-doa, Bab: Mengenai telaga
dan firman Allah SWT "Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat
yang banyak," jilid 14, hlm. 275. Muslim, KitÉb: Keutamaan-keutamaan,
Bab: Tentang adanya telaga Nabi saw., jilid 7, hlm. 66.
[27] BukhÉrÊ, KitÉb: Memerdekakan budak dan
keutamaannya, Bab: Disunnahkan memerdekakan budak di saat terjadi gerhana,
jilid 6, hlm. 76.
[28] Muslim, KitÉb: Keutamaan-keutamaan, Bab:
Harumnya keringat Nabi saw. dan mengambil berkah darinya, jilid 7, hlm. 82.
[29] Muslim, KitÉb: Jihad, Bab: Wanita yang
ikut berperang diberi bagian, jilid 5, hlm. 199
[30] Muslim, KitÉb: Shalat, bab: Perginya
wanita ke masjid, jilid 2, hlm. 31-32.
[31] BukhÉrÊ, KitÉb: Permulaan makhluk, Bab:
Sebaik-baik harta seorang muslim adalah kambing yang digembalakan di
celah-celah bukit, jilid 7, hlm. 163. Muslim KitÉb: Salam, Bab: Anjuran
membunuh cicak, jilid 7, hlm. 42.
[32] Muslim, KitÉb: Dzikr, doa, tobat, dan
istighfar, Bab: Mengenai mohon perlindungan dan takdir yang buruk, dari
mendapatkan celaka dan lainnya, jilid 8, hlm. 76.
[33] Muslim, KitÉb. Kepemimpinan, Bab:
Kewajiban mentaati para penguasa selama tidak menyangkut maksiat, jilid 6, hlm.
15.
[34] BukhÉrÊ, KitÉb: Perdamaian, Bab: Bukanlah
pendusta orang yang mendamaikan di antara manusia, jilid 6, hlm. 228. Muslim, KitÉb:
Kebajikan, hubungan kekeluargaan dan etika, Bab: Haram hukumnya berbohong dan
bohong yang diperbolehkan, jilid 8, hlm. 28.
[35] BukhÉrÊ, KitÉb: Kewajiban membayarkan
seperlima, Bab: Menjamin kaum wanita jilid 7, hlm. 83. Muslim, KitÉb
Shalat orang musafir dan mengqasharnya, Bab: Anjuran melakukan shalat dhuha
sekurang-kurangnya dua rakaat, jilid 2, hlm. 158.
[36] Muslim, KitÉb: Fitnah (bencana) dan
tanda-tanda kiamat, Bab: Keluarnya dajjal dan menetapnya di bumi, jilid 8, hlm.
203.
[37] Muslim, KitÉb: Jum'at, Bab:
Menyederhanakan shalat dan khotbah, jilid 3, hlm. 13.
[38] BukhÉrÊ, KitÉb: Puasa, Bab: Puasa
anak-anak, jilid 5, hlm. 104. Muslim, KitÉb: Puasa, Bab: Barangsiapa
yang terlanjur makan pada hari Asyura, maka hendaklah dia menahan sisa harinya,
jilid 3, hlm. 152
[39] BukhÉrÊ, KitÉb: Shalat, Bab: Waktu
shalat fajar, jilid 2, hlm. 195. Muslim, KitÉb: Masjid dan tempat-tempat
shalat, Bab: Anjuran melakukan shalat subuh sedini mungkin jilid 2, hlm. 118.
[40] BukhÉrÊ, KitÉb: Wudhu, Bab: Orang yang
tidak mengulangi wudhu kecuali setelah tertidur nyenyak, jilid 1, hlm. 300.
Muslim, KitÉb: Shalat gerhana. Bab: Apa yang diperlihatkan kepada Nabi saw.
ketika shalat gerhana, jilid 3, hlm. 32-33
[41] Muslim, KitÉb: Jenazah, Bab: Menyalatkan
jenazah di masjid, jilid 3, hlm. 63.
[42] Syarh an-Nawawi 'Ala ShahÊh Muslim, jilid
7, hlm. 36.
[43] BukhÉrÊ, KitÉb: Puasa, Bab:
"I'tikaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan," jilid 5,
hlm. 177.
[44] BukhÉrÊ, KitÉb: Shalat, Bab: Memasukkan
unta ke dalam masjid karena ada sebab, jilid 2, hlm. 103. Muslim, KitÉb:
Haji, Bab: Diperbolehkan thawaf dengan berunta atau lainnya, jilid 4, hlm.
68
[45] BukhÉrÊ, KitÉb: Haji, Bab: Melakukan
wuquf di atas tunggangan/kendaraan di Arafah, jilid 4, hlm. 259. Muslim. KitÉb:
Puasa, Bab: Anjuran supaya berbuka bagi orang yang sedang melakukan ibadah
haji di Arafah pada hari Arafah, jilid 3, hlm. 145.
[46] Muslim, KitÉb: Haji, Bab: Anjuran
melontar jumrah Aqabah pada hari nahar (korban), jilid 4, hlm. 79.
[47] BukhÉrÊ, KitÉb: Manaqib, Bab: Ucapan
Nabi saw. kepada orang Anshar: "Kalian adalah termasuk dari orang yang
paling aku cintai," jilid 8, hlm. 114. Muslim, KitÉb:
Keutamaan-keutamaan, Bab: Di antara keutamaan orang Anshar, jilid 7, hlm.
174.
[48] BukhÉrÊ, KitÉb: Nikah, Bab: Seorang
wanita melayani tetamu laki-laki sendirian pada acara perkawinannya, jilid 11,
hlm. 160. Muslim, KitÉb: Minuman, Bab. Boleh meminum nabidz yang belum
menjadi keras, jilid 6, hlm 103.
[49] BukhÉrÊ, KitÉb: Haid, Bab: Wanita haid
menghadiri dua hari raya, jilid 1, hlm. 439.
[50] BukhÉrÊ, KitÉb: Dua hari raya, Bab:
Takbir pada hari-hari Mina, jilid 3, hlm. 115. Muslim, KitÉb: Shalat dua
hari raya, Bab: Diperbolehkannya wanita keluar pada hari raya jilid 3, hlm.
20.
[51] BukhÉrÊ, KitÉb: Dua hari raya, Bab:
tombak dan tameng pada hari raya, jilid 3, hlm. 95. Muslim, KitÉb: Shalat
dua hari raya, Bab: Diperbolehkan melakukan yang tidak mengandung maksiat,
jilid 3, hlm. 22.
[52] Muslim, KitÉb: Zuhud dan kelemah lembutan,
Bab: Hadits hijrah, jilid 8, hlm. 237.
[53] BukhÉrÊ, KitÉb: Pemberian, keutamaan dan
anjuran untuk melakukannya, Bab: Meminjamkan untuk pengantin pada malam
membina, jilid 6, hlm. 169.
[54] Muslim, KitÉb: Fitnah (bencana) dan
tanda-tanda kiamat, Bab: Keluarnya dajjal dan menetapnya di bumi, jilid 8,
hlm. 203.
[55] BukhÉrÊ, KitÉb: Keutamaan-keutamaan para
sahabat, Bab: Kedatangan Nabi saw. dan para sahabatnya di Madinah, jilid 8,
hlm. 266.
[56] BukhÉrÊ, KitÉb: Syarat-syarat, Bab:
Syarat-syarat yang diperbolehkan dalam Islam jilid 6, hlm. 241.
[57] Muslim, KitÉb: Kepemimpinan, Bab: Menunjuk khalifah dan
membiarkan masalah itu, jilid 6, hlm. 5.
[58] Muslim, KitÉb: Keutamaan-keutamaan para
sahabat, Bab: Mengenai Tsaqif yang tukang dusta dan perusak, jilid 7, hlm.
190.
[59] BukhÉrÊ, KitÉb: Jihad, Bab: Kaum wanita
mengembalikan pasukan yang terbunuh dan luka, jilid 6, hlm. 420.
[60] Muslim, KitÉb: Jihad, Bab: Wanita yang ikut berperang diberi
bagian ... jilid 5, hlm. 199.
[61] Muslim, KitÉb: Thalak, Bab: Wanita yang
menjalani 'iddah karena ditalak ba'in boleh keluar rumah, jilid 4, hlm. 200.
[62] BukhÉrÊ, KitÉb: Sembelihan dan binatang
buruan, Bab: Sembelihan wanita dan budak perempuan, jilid 12, hlm. 51.
[63] BukhÉrÊ, KitÉb: Peperangan, Bab: Kembalinya Nabi saw. dari
peperangan Ahzab, jilid 8, hlm. 416. Muslim, KitÉb: Jihad dan
peperangan, Bab: Bolehnya memerangi orang yang melanggar perjanjian, jilid 5,
hlm. 160.
[64] Fathul Bari, jilid 8, hlm. 415.
[65] Muslim, KitÉb: Nikah, Bab: Sebaik-baik
perhiasan di dunia adalah istri yang saleh, jilid 4, hlm. 178.
[66] BukhÉrÊ, KitÉb: Nikah, Bab: Bapak atau
lainnya tidak boleh menikahkan anak gadisnya atau janda kecuali dengan
persetujuannya, jilid 11, hlm. 96. Muslim, KitÉb: Nikah, Bab:
Persetujuan wanita dalam pernikahan adalah dengan ucapan dan gadis dengan diam
saja, jilid 4, hlm. 140.
[67] BukhÉrÊ, KitÉb: Nikah, Bab:
"Peliharalah dirimu dan keluargamu dan api neraka.,' jilid 11, hlm. 163.
Muslim, KitÉb: Kepemimpinan, Bab: Keutamaan pemimpin yang adil, jilid 6, hlm.
8.
[68] Muslim, KitÉb. Haji, Bab: Haji Nabi saw., jilid 4, hlm. 41.
[69] BukhÉrÊ, KitÉb Hukum-hukum, Bab:
"Taatilah Allah dan taatilah Rasul-(Nya) dan ulil amri (para
pemimpin)mu," jilid 16, hlm. 229. Muslim, KitÉb: Kepemimpinan, Bab:
Keutamaan pemimpin yang adil, jilid 6, hlm. 8.
[70] BukhÉrÊ, KitÉb: Nikah, Bab: "Peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka" jilid 11, hlm. 163. Muslim, KitÉb:
Kepemimpinan, Bab: Keutamaan pemimpin yang adil, jilid 6, hlm. 8.
[71] BukhÉrÊ, KitÉb: Tafsir,
Bab: "Kamu mencari kesenangan istri-istrimu," jilid 10, hlm. 283.
Muslim, KitÉb: Thalak. Bab: Masalah ila', jilid 4, hlm. 190.
[72] BukhÉrÊ, KitÉb: Nikah,
Bab: Nasihat seorang bapak kepada anak perempuannya karena keadaan suaminya,
jilid 11, hlm. 190. Muslim, KitÉb: Thalak, Bab: Masalah ila' dan menjauhi
istri, jilid 4, hlm. 192.
[73] Fathul Bari, jilid
11, hlm. 202.
[74] BukhÉrÊ, KitÉb: Zakat,
Bab: Berzakat kepada karib kerabat, jilid 4, hlm. 68.
[75] Muslim, KitÉb: Puasa,
Bab: Larangan berpuasa setahun penuh, jilid 3 hlm. 163.
[76] BukhÉrÊ, KitÉb: Adzan,
Bab: Orang yang sedang mengerjakan urusan keluarganya lalu iqamah
dikumandangkan, maka dia keluar, jilid 2, hlm. 203.
[77] Fathul Bari, jilid
13, hlm. 70.
[78] BukhÉrÊ, KitÉb: Thalak,
Bab: Khulu', jilid 11, hlm. 319.
[79] Fathul Bari, jilid
11, hlm. 320.
[80] Bidayah al-Mujtahid wa
Nihayah al-Muqtashid, jilid 2, hlm. 50.