Pada periode ini anak menjadi lebih siap untuk belajar secara teratur.
Ia mau menerima pengarahan lebih banyak, dan lebih bisa menyesuaikan diri
dengan teman-teman sepermainannya. Dapat kita katakan, pada periode ini anak
lebih mengerti dan lebih semangat untuk belajar dan memperoleh
ketrampilan-ketrampilan, karenanya ia bisa diarahkan secara langsung. Oleh
sebab itu, masa ini termasuk masa yang paling penting dalam pendidikan dan
pengarahan anak.
Kita, Insya Allah, akan membicarakan tentang aspek-aspek terpenting yang
perlu diperhatikan oleh para pendidik pada periode ini. Yaitu:
1. Pengenalan Allah dengan cara yang sederhana.
Pada periode ini dikenalkan kepada anak tentang Allah 'Azza Wajalla
dengan cara yang sesuai dengan pengertian dan tingkat pemikirannya. Diajarkan
kepadanya:
·
Bahwa
Allah Esa, tiada sekutu bagi-Nya.
·
Bahwa
Dialah Pencipta segala sesuatu. Pencipta langit, bumi, manusia, hewan, pohon-pohonan,
sungai dan lain-lainnya. Pendidik dapat memanfaatkan situasi tertentu untuk
bertanya kepada anak, misalnya ketika bejalan-jalan di taman atau padang,
tentang siapakah Pencipta air, sungai,bumi,pepohonan dan lain-lainnya, untuk
menggugah perhatiannya kepada keagungan Allah.
·
Cinta
kepada Allah, dengan ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang dikaruniakan Allah
untuknya dan untuk keluarganya. Misalnya, anak ditanya: Siapakah yang memberimu
pendengaran, penglihatan dan akal? Siapakah yang memberimu kekuatan dan
kemampuan untuk bergerak? Siapakah yang memberi rizki dan makanan untukmu dan
keluargamu? Demikianlah, ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang nyata dan
dianjurkan agar cinta dan syukur kepada Allah atas nikmat yang banyak ini.
Metode ini disebutkan dalam Al Qur'an, dalam banyak ayat Allah menggugah minat
para hamba-Nya agar memperhatikan segala nikmat yang dikaruniakan-Nya, seperti
firman-Nya: "Tidakkah kamu perhatian sesungguhnya Allah telah
menundukkan untuk kepentinganmu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan
menyempumakan untukmu nikmatnya lahir dan batin..."(Surah Luqman :
20). "Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu Adakah pencipta
selain Allah yang dapat memberikan rizki kepadamu dari langit dan
bumi...."(Surah Fathir :3). Dan dengan rahmat-Nya, Dia jadikan
untukmu malam dan siang, supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya
kamu mencari sebahagian dai karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu
bersyukur kepadan-Nya." (Surah Al Qashash : 73).
2. Pengajaran sebagian hukum yang jelas dan tentang halal-haram.
Diajarkan kepada anak menutup aurat, berwudhu, hukum-hukum thaharah
(bersuci) dan pelaksanaan shalat. Juga dilarang dari hal-hal yang haram, dusta,
adu domba, mencuri dan melihat kepada yang diharamkan Allah. Pokoknya, disuruh
menetapi syariat Allah sebagaimana orang dewasa dan dicegah dari apa yang
dilarang sebagaimana orang dewasa, sehingga anak akan tumbuh demikian dan
menjadi terbiasa. Karena bila semenjak kecil anak dibiasakan dengan sesuatu,
maka kalau sudah dewasa akan menjadi kebiasaannya. Agar diupayakan pula
pengajaran ilmu pengetahuan kepada anak, sebagaimana kata Sufyan Al Tsauri:
"Seorang bapak barns menanamkan ilmu pada anaknya, karena dia penanggung jawabnya."[1]
3. Pengajaran baca Al Qur'an.
Al Qur'an adalah jalan lurus yang tak mengandung suatu kebatilan apapun.
Maka amat baik jika anak dibiasakan membaca Al Qu~an dengan benar, dan diupayakan
semaksimalnya agar mengbafal Al Qur'an atau sebagian besar darinya dengan
diberi dorongan melalui berbagaicara. Karena itu, kedua orangtua bendaklah
berusaha agar putera puterinya masuk pada salah satu sekoiah tahfizh Al Qur'an;
kalau tidak bisa, diusahakan masuk pada salah satu halaqah tahfizh.
Diriwayatkan Abu Dawud dari Mu'adz bin Anas bahwa Nabi shallallahu alaihi
wasalam bersabda: "Barang siapa membaca Al-quran dan mengamalkan
kandungan isinya, niscaya Allah pada hari kiamat mengenakan kepada keda orang
tuanya sebuah mahkota yang cahayanya lebih indah daripada cahaya matahari di
rumah-rumah dunia. Maka apa pendapatmu tentang orang yang mengamalkan hal
ini".
Para salaf dahulu pun sangat memperhatikan pendidikan tahfizh Al Qur'an
bagi anak-anak mereka. Syaikh Yasin bin Yusuf Al-Marakisyi menceritakan kepada
kita tentang imam An-Nawawi, Rahimahullah, katanya: "Aku melihat beliau
ketika masih berumur 10 tahun di Nawa. Para anak kecil tidak mau bermain
dengannya dan iapun berlari dari mereka seraya menangis, kemudian ia membaca Al
Qur'an. Maka tertanamlah dalam hatiku rasa cinta kepadanya. Ketika itu bapaknya
menugasinya menjaga toko, tetapi ia tidak mau bejualan dan menyibukkan diri
dengan Al Qur'an. Maka aku datangi gurunya dan berpesan kepadanya bahwa anak
ini diharapkan akan menjadi orang yang paling alim dan zuhud pada zamannya serta
bermanfaat bagi umat manusia. Ia pun berkata kepadaku: Tukang ramalkah
Anda? Jawabku: Tidak, tetapi Allah-lah yang membuatku berbicara tentang hal
ini. Bapak guru itu kemudian menceritakan kepada orangtuanya, sehingga memperhatikan
beliau dengan sungguh-sungguh sampai dapat khatam Al Qur'an ketika menginjak
dewasa."
4, Pengajaran hak-hak kedua orangtua,
Diajarkan kepada anak untuk bersikap hormat, taat dan berbuat baik
kepada kedua orangtua, sehingga terdidik dan terbiasa demikian. Anak sering
bersikap durhaka dan melanggar hak-hak orangtua disebabkan karena kurangnya
perhatian orangtua dalam mendidik anak dan tidak membiasakannya berbuat
kebaikan sejak usia dini. Firman Allah Ta'ala : 'Dan Tuhanmu telah
memerintahkan supaya kamu jangan beribadah kepada selain Dia dan hendaklah kamu
berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara
keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali
janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan
janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang
mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesanyangan
dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana
mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil." (Surah Al-Isra':
23-24).
Diriwayatkan dari Abu HurairahRadhiyallahu 'Anhu bahwa Nabi bersabda: "Terhinalah,
terhinalah, dan terhinalah seseorang yang mendapatkan salah seorang dari kedua
orang tuanya atau kedua-duanya berusia lanjut, tetapi tidak dapat masuk
surga"
Berikut ini kisah seorang anak muda yang berbuat baik kepada bapaknya,
disebutkan dalam kitab 'Uyunul Akhbar : "Al Ma'mun rahimahullah
berkata: Belum pernah saya melihat seseorang yang amat berbuat baik kepada
bapaknya daripada Al Fadhl bin Yahya. Karena kebaikannya, sampai bapaknya
(Yahya) tidak berwudhu kecuali dengan air hangat. Ketika keduanya berada dalam
penjara, para sipir melarang memasukkan kayu bakar di malam yang dingin. Maka
Al Fadhl, ketika bapaknya tidur, bangun mengambil teko yang biasa dia pergunakan
untuk memanaskan air, lalu ia isi air dan ia dekatkan pada api lampu. Ia pun tetap
berdiri memegangi teko sampai pagi. Ia lakukan hal ini untuk berbuat baik
kepada bapaknya agar dapat berwudhu dengan air hangat."
5. Pengenalan tokoh-tokoh teladan yang agung dalam Islam.
Tokoh teladan kita yang utama yaitu Rasulullah Shallallahu alaihi
wasalam, kemudian para sahabat yang mulia Radhiallahu 'Anhum dan pengikut
mereka dengan baik yang menjadi contoh terindah dalam segala aspek kehidupan.
Maka dikenalkan kepada anak tentang mereka, diajarkan sejarah dan kisah mereka
supaya meneladani perbuatan agung mereka dan mencontoh sifat baik mereka
seperti keberanian, keprajuritan, kejujuran, kesabaran, kemuliaan, keteguhan
pada kebenaran dan sifat-sifat lainnya.
Kisah atau kejadian yang diceritakan kepada anak hendaklah sesuai dengan
tingkat pengertiannya, tidak membosankan, dan difokuskan pada penampilan serta
penjelasan aspek-aspek yang baik saja sehingga mudah diterima oleh anak. Misalnya,
diceritakan kepada anak kisah Rasulullah bersama orang Yahudi yang menuntut kepada
beliau agar membayar uang pinjamannya, sebagai contoh akhlak baik beliau: Diriwayatkan
bahwa ada seorang Yahudi yang meminjamkan uang kepada Rasulullah lalu hendak
menagih hutangnya sebelum habis masanya. Maka dicegatnya Rasulullah di tengah jalan
kota Madinah seraya berkata: "Sungguh, kalian anak keturunan Abdul
Muthalib adalah orang-orang yang suka menangguhkan /bayar hutang)" Umar
pun melihat kejadian itu dan amat marah, lalu berkata: "Izinkanlah aku
wahai Rasulullah, biar kupenggal lehernya!" Tapi Nabi bersabda: "Aku
dan kawanku sangat tidak menginginkan hal itu, wahai Umar. Suruhlah ia
berperkara dengan baik dan suruhlah aku menyelesaikan dengan baik." Kemudian
beliau berpaling kepada orangYahudi dan bersabda: "Hai Yahudi, piutangmu
akan dibayarkan besok.""
Contoh kisah tentang keberanian dan ketabahan, diriwayatkan oleh Mu'adz
bin Amr katanya: Pada waktu Perang Badar kujadikan Abu Jahal sebagai sasaranku.
Begitu ada kesempatan, aku serang dia dan kupukul sehingga terpotong separuh
betis kakinya. Sementara, anaknya Ikrimah bin Abu Jahal memukulku pada lengan
hingga terputus tanganku tetapi masih menempel dengan kulit pada sisiku. Namun
peperangan membuatku tak perduli dengannya, karena aku ketika ifu berperang
sepanjang hari sambil menyeret tanganku dibelakang. Setelah terasa sakit
karenanya, kuletakkan kakiku di.atasnya lalu kutarik hingga terputus." Sejarah
umat Islam penuh dengan tokoh-tokoh agung dan kisah-kisah menarik yang menunjukkan
keutamaan dan makna yang indah.
6. Pengajaran etiket umum.
Seperti etiket mengucapkan salam dan meminta izin, etiket berpakaian,
makan dan minum,etiket berbicara dan bergaul dengan orang lain. Juga diajarkan
bagaimana bergaul dengan kedua orangtua, sanak famili yang tua, kolega
orangtua, guru-gurunya, kawan-kawannya dan teman sepermainannya. Diajarkan pula
mengatur kamarya sendiri, menjaga kebersihan rumah, menyusun alat bermain,
bagaimana bermain tanpa mengganggu orang lain dan bagaimana bertingkah laku di
masjid dan disekolahan. Pegajaran berbagai hal di atas dan juga lainnya
pertama-tama harus bersumber kepada Sunnah Rasulullah , lalu peri kehidupan
para salaf yang shaleh, kemudian karya tulis para pakar dalam bidang pendidikan
dan tata pergaulan.
7. Pengembangan rasa percaya diri dan tanggung jawab dalam diri anak.
Anak-anak sekarang ini adalah pemimpin hari esok. Karena itu, harus
dipersiapkan dan dilatih mengemban tanggung jawab dan melaksanakan tugas yang
nantinya akan mereka lakukan. Hal itu bisa direalisasikan dalam diri anak
melalui pembinaan rasa percaya diri, penghargaan jati dirinya, dan diberikan
kepada anak kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya dan apa yang terbetik
dalam pikirannya, serta diberikan kepadanya dorongan agar mengerjakan urusannya
sendiri, bahkan ditugasi dengan pekejaan rumah tangga yang sesuai untuknya.
Misalnya, disuruh untuk membeli beberapa keperluan rumah dari warung
terdekat; anak perempuan diberi tugas mencuci piring dan gelas atau mengasuh
adik. Pemberian tugas kepada anak ini bertahap sedikit demi sedikit sehingga
mereka terbiasa mengemban tanggung jawab dan melaksanakan tugas yang sesuai
bagi mereka. Termasuk pemberian tanggung jawab kepada anak, ia harus menanggung
resiko perbuatan yang dilakukannya. Maka diajarkan kepada anak bahwa ia
bertanggung jawab atas kesalahan yang dilakukannya serta dituntut untuk
memperbaiki apa yang telah dirusaknya dan meminta maaf atas kesalahannya.
Perhatikan kisah berikut yang menunjukkan rasa percaya diri:
Diriwayatkan oleh Al Hafizh Ibnu Asakir, ketika Abdullah bin Az Zubair sedang
bernain-main dengan anak-anak sebayanya, lewatlah khalifah Umar bin Khattab
Radhiyallahu 'Anhtr. Maka larilah semua anak karena takut kepada beliau,
kecuali Abdullah bin Az Zubair yang masih tinggal di tempat. Lalu Umar
menghampirinya dan bertanya kepadanya: "Kenapa kamu tidak lari bersama
teman-temanmu,nak?" Dengan berani dan tenang Abdullah menjawab: "Ya Amirul
Mu'minin! Aku bukan seorang yang bersalah sehingga harus takut, dan jalan pun
tidak sempit sehingga aku harus minggir.
Seorang anak jika terdidik untuk percaya diri akan mampu mengemban
tanggung jawab yang besar. Sebagaimana putera-putera para sahabat, mereka
berusaha sungguh-sungguh agar dapat ikut bersama para mujahidin Fisabilillah;
sampai salah seorang di antara mereka ada yang menangis karena Rasulullah belum
mengizinkannya ikut berperang bersama pasukan, tetapi karena simpati
terhadapnya beliau pun mengizinkannya; dan akhimya ia termasuk salah satu
syuhada dalam peperangan itu. Rasulullah juga pernah mengangkat Usamah bin Zaid
sebagai komandan pasukan yang diantara anggotanya terdapat Abu Bakar dan Umar,
sekalipun masih muda belia tetapi ia orang yang tepat untuk jabatan itu. Lalu,
di manakah anak-anak kita sekarang ini yang mampu menduduki puncak yang tinggi?