Minggu, 28 April 2013

Berfikir dan Berzikir

Ada sebuah adagium yang mengatakan, “ Primum vivere deinde philosophari”. Artinya, hiduplah dulu baru berfilsafat. Dalam masyarakat umum memang budaya berpikir, terutama berpikir secara mendalam tidak terlalu banyak menarik perhatian. Persoalan hidup sehari-hari saja sudah mengimpit dirinya. Mana sempat ia berpikir apalagi berfilsafat?

Kehidupan pada zaman sekarang ini sejatinya tidak jauh berbeda dengan zaman-zaman sebelumnya. Apalagi pada saat masyarakat rusak sebagaimana pertama kalo Nabi Muhammad S.A.W. diutus, focus hidup sehari-hari adalah untuk memenuhi hajat dan mempertahankan hidup. Tidak sedikit dari mereka harus melacurkan diri agar dapat bertahan dan menang dalam percaturan hidup. Nilai-nilai moral dan agama kerap kali dilanggar. Kehidupan demikian keras dan kasar.

Namun, Nabi Muhammad dengan bijak mengajak umat yang tengah bergumul dengan kerasnya kehidupan dengan berpikir dan bertafakur. Beliau bahkan membuat statement yang saat itu agak aneh, yaitu “Bertafakur satu saat lebih baik daripada ibadah satu tahun.” Kalimat itu pun sekarang mungkin juga terasa aneh. Di tengah kerasnya kehidupan, teruatama bagi masyarakat miskin, berpikir dan bertafakur tentu merupakan “barang mahal”. Seperti maksud adagium di atas, hiduplah dulu. Penuhi kebutuhan sehari-hari dulu. Baru kamu berpikir, baru kamu bertafakur. Tafakur itu kan melangit, sementara masalah hidup sehari-hari itu persoalan yang membumi.

Tentu Nabi S.A.W. mempunyai maksud mulia dengan pekataanya itu. Ada hal penting yang terkandung di dalamnya. Bahkan kalau melihat banyaknya ayat Al-Qur’an yang menyuruh kita berpikir, hadist tersebut tentu tidaklah aneh. Banyak ayat-ayat yang diakhiri dengan kata-kata, afalaa ta’qilun, afalaa tatafakkarun, afalaa tatadabbarun. “Tidakkah kalian berpikir, tidakkah kalian bertafakur, tidakkah kalian bertadabut?” Itulah yang membedakan seorang muslim, yang menggunakan seluruh potensi intelektualnya untuk berpikir dan berzikir. Allah berfirman:

“…Katakanlah, apakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat? Tidakkah mereka berpikir?” (al-An’aam: 50)

Mengapa berpikir menjadi penting? Ya, karena kebangkitan manusia dalam berpikir menentukan kemajuan bangsa tersebut. Seorang yang ahli berpikir adalah mereka yang mengetahui potensi besar dalam dirinya sehingga dapat memanfaatkan potensi tersebut secara optimal.

Bangsa Arab jahiliah yang awalnya tidak tercatat dalam peta dunia, tidak diperhitungkan, dan tidak diperhatikan. Tiba-tiba setelah memeluk Islam menjadi sebuah imperium kuat menandingi kekuatan adidaya saat itu. Hanya dalam waktu tiga puluh tahun umat Isalam sudah berhasil merambah tiga benua. Apa yang terjadi setelah memeluk Islam? Mereka berubah paradigmanya mengenai kehidupan. Itu terjadi karena mereka melakukan proses kebangkitan dalam berpikir. Bagaimana berpikir bias menjadi seseorang bangkit dari kegelapan ?

Jalaluddin Rumi, Penyair Sufi Terbesar dari Konya-Persia

          Dua orang bertengkar sengit di suatu jalan di Konya. Mereka saling memaki, “O, laknat, jika kau mengucapkan sepatah makian terh...