Ada sebuah adagium yang mengatakan, “ Primum
vivere deinde philosophari”. Artinya, hiduplah dulu baru berfilsafat. Dalam
masyarakat umum memang budaya berpikir, terutama berpikir secara mendalam tidak
terlalu banyak menarik perhatian. Persoalan hidup sehari-hari saja sudah
mengimpit dirinya. Mana sempat ia berpikir apalagi berfilsafat?
Kehidupan pada zaman sekarang ini
sejatinya tidak jauh berbeda dengan zaman-zaman sebelumnya. Apalagi pada saat
masyarakat rusak sebagaimana pertama kalo Nabi Muhammad S.A.W. diutus, focus
hidup sehari-hari adalah untuk memenuhi hajat dan mempertahankan hidup. Tidak
sedikit dari mereka harus melacurkan diri agar dapat bertahan dan menang dalam
percaturan hidup. Nilai-nilai moral dan agama kerap kali dilanggar. Kehidupan
demikian keras dan kasar.
Namun, Nabi Muhammad dengan bijak
mengajak umat yang tengah bergumul dengan kerasnya kehidupan dengan berpikir
dan bertafakur. Beliau bahkan membuat statement yang saat itu agak aneh,
yaitu “Bertafakur satu saat lebih baik daripada ibadah satu tahun.” Kalimat itu
pun sekarang mungkin juga terasa aneh. Di tengah kerasnya kehidupan, teruatama
bagi masyarakat miskin, berpikir dan bertafakur tentu merupakan “barang mahal”.
Seperti maksud adagium di atas, hiduplah dulu. Penuhi kebutuhan sehari-hari
dulu. Baru kamu berpikir, baru kamu bertafakur. Tafakur itu kan
melangit, sementara masalah hidup sehari-hari itu persoalan yang membumi.
Tentu Nabi S.A.W. mempunyai maksud
mulia dengan pekataanya itu. Ada hal penting yang terkandung di dalamnya.
Bahkan kalau melihat banyaknya ayat Al-Qur’an yang menyuruh kita berpikir,
hadist tersebut tentu tidaklah aneh. Banyak ayat-ayat yang diakhiri dengan
kata-kata, afalaa ta’qilun, afalaa tatafakkarun, afalaa tatadabbarun.
“Tidakkah kalian berpikir, tidakkah kalian bertafakur, tidakkah kalian
bertadabut?” Itulah yang membedakan seorang muslim, yang menggunakan seluruh
potensi intelektualnya untuk berpikir dan berzikir. Allah berfirman:
“…Katakanlah, apakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat? Tidakkah mereka berpikir?” (al-An’aam: 50)
Mengapa berpikir menjadi penting? Ya,
karena kebangkitan manusia dalam berpikir menentukan kemajuan bangsa tersebut.
Seorang yang ahli berpikir adalah mereka yang mengetahui potensi besar dalam
dirinya sehingga dapat memanfaatkan potensi tersebut secara optimal.
Bangsa Arab jahiliah yang awalnya tidak
tercatat dalam peta dunia, tidak diperhitungkan, dan tidak diperhatikan.
Tiba-tiba setelah memeluk Islam menjadi sebuah imperium kuat menandingi
kekuatan adidaya saat itu. Hanya dalam waktu tiga puluh tahun umat Isalam sudah
berhasil merambah tiga benua. Apa yang terjadi setelah memeluk Islam? Mereka
berubah paradigmanya mengenai kehidupan. Itu terjadi karena mereka melakukan
proses kebangkitan dalam berpikir. Bagaimana berpikir bias menjadi seseorang
bangkit dari kegelapan ?