Kamis, 21 Mei 2009

Pernyataan Irshad Manji, Muslimah Yang Lesbian

Ya, aku berbicara apa adanya. Anda hanya harus membiasakan diri dengan keterus terangan ini. Dalam suratku ini, kuajukan pertanyaan-pertanyaan yang tak lagi terhindarkan buat kita. Kenapa pikiran kita semua terpaku pada kejadian yang menimpa orang-orang Palestina dan Israel? Kenapa orang Islam begitu sulit untuk mengubah pandangannya tentang anti-Semitisme? Siapa penjajah kaum muslim yang sesungguhnya—Amerika atau bangsa Arab? Kenapa kita menyia-nyiakan potensi kaum perempuan, yang merupakan separuh dari jumlah makhluk Tuhan? Bagaimana kita bisa begitu yakin bahwa kaum homoseksual patut diasingkan—atau dibunuh—jika Al-Quran menyatakan bahwa segala sesuatu yang diciptakan Tuhan bersifat “sempurna”? Tentu saja Al-Quran menyatakan lebih dari itu, tetapi apa sebetulnya alasan kita bersikukuh untuk memahami Al-Quran secara harfiah jika cara itu begitu kontradiktif dan ambigu?

(Izinkan aku meneguhkan imanku)_Irwan Malik Marpaung
Muhammad bukanlah sosok pembaharu yang keliru memasuki rumah orang dari pintu belakang, atau melalui jendela. Muhammad bukan tipe pembaharu yang mengobati wabah masyarakat secara parsial dan hanya aspek moral saja. Muhammad bukan seperti pemimpin yang hanya mampu melakukan perubahan pada satu aspek kemanusiaan saja pada kurun waktu terbatas dan wilayah tertentu saja. Muhammad bukan seperti pelopor pembaharuan yang mati sebelum misinya tercapai. Muhammad menapaki tangga reformasi melalui arah yang tepat. Muhammad telah meletakkan kunci pada posisi yang benar sehingga “pintu” kemanusiaan yang tertutup rapat, yang selama ini gagal dibuka oleh para pembaharu yang pernah terlahir ke dunia. Muhammad memulai da’wahnya dengan memproklamirkan iman pada Allah Yang Maha Esa, anti keberhalaan, anti penghambaan diri pada tiran dalam pengertian yang seluas-luasnya. Muhammad menghadapi kaumnya dan berseru, “Wahai manusia, ikrarkanlah ‘La Ilaha Illa Allah’ Tuhan yang disembah nabi Adam AS dan seluruh nabi-nabi terdahulu.

Ironis memang, masyarakat jahiliyah tidak gagal dalam memahami hakikat da’wah Muhammad dan tujuan yang hendak dicapainya. Mereka memakluminya saat pertama kali suara Muhammad memperdengarkan bahwa seruan untuk beriman kepada Allah itu ditujukan pada mereka. Sungguh naïf, mereka masyarakat yang sudah sampai pada mereka berita gembira akan kedatangan seorang nabi penutup, justru seolah-olah mengalami kiamat. Mereka berperang membabi buta demi rasa iri dan dengki, hasut, rasa tinggi hati, ketundukan pada hawa nafsu. Pilar-pilar masyarakat jahiliyah terancam runtuh, tatanan social masyarakat jahiliyah nyaris ambruk. Dan disitulah sejarah mulai bertutur tentang rentetan peristiwa penindasan, penekanan, dan penyiksaan. Namun peristiwa-peristiwa tersebut justru merupakan apresiasi fakta atas tepatnya sasaran da’wah Muhammad sebagai rasul.

Semua orang merasa menjadi pengikut Muhammad merupakan pekerjaan yang berat. Dan hanya orang-orang yang ikhlas dan rela mengorbankan diri dan bertekat bulat menceburkan diri ke dalam kobaran api yang membara, menguatkan jiwa untuk mendatangi Muhammad, meskipun jalan penuh onak dan duri. Seperti yang telah kita dengar dari kisah-kisah alim shaleh baik dari kaum Ibrahim AS sampai Isa AS. Kita tentu sudah mendengar betapa hanya demi mempertahankan prinsif risalah nabi, semisal sunat dan tidak makan babi jutaan bangsa yang masih taat pada ajaran Nuh AS, Musa AS, rela dibakar hidup-hidup oleh penguasa tiran, baik di Mesir maupun Jerussalem semasa kekuasaan Roma maupun Persia. Sungguh ceminan sikap setia dan penyerahan jiwa dan raga pada Allah, tanpa mempetimbangkan bahaya yang pasti mengancam hidup, serta malapetaka dan cobaan yang menjelang. Allah berfirman: Alif Lam Mim. Apakah manusia itu mnengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yng sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang dusta (al-Ankabut 1-3). Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surge padahal belum dating kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehigga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, “bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat (al-Baqarah: 114) . Tidak ada hasil yang bisa dicapai oleh orang-orang yang mengingkari Allah dan Rasulnya atas hamba-hamba-Nya selain menambah kekuatan iman dan keyakinan. Inilah yang dijanjikakn Allah dan Rasul-Nya. Dan demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan (al-Ahzab: 22).

Abad jahiliyah atau abad gelap merupakan panggung-panggung kekuasaan bagi praktek kekuasaan tiranik dan kesewenang-wenangan. Kehidupan politik dilaksanakan berdasarkan kekuasaan monarki absolute, yang kadang kala berlandaskan pada pengkultusan penguasa dan kelas masyarakat tertinggi seperti yang dilaksanakan di Roma, Persia, China dan India. Dimana wanita sebagai bagian dari manusia sangat terhinakan, mereka bebas untuk dihinakan karena dogma masa itu, bahkan sampai abad kebangkitan kaum aklesianis. Sedangkan Arab tidak lebih baik dari itu, Muhammad justru menyaksikan sebuah masyarakat kecil yang menjadi prototype masyarakat dunia global. Semua yang ada tidak berada pada tempatnya, serigala menjadi pengembala, musuh yang kejam menjadi hakim, yang berbuat jahat dijunjung tinggi, sebuah masyarakat yang memandang perbuatan baik sebagai perbuatan yang paling mungkar dan kemungkaran sebagai perbuatan yang patut dipuja. Kekejaman dan kesewenang-wenangan telah mencapai tingkat pembunuhan darah daging sendiri dengan cara menguburnya hidup-hidup. Potensi akal budi lenyap atau diselewengkan dari dan untuk merendahkan derajat manusia. Perbudakan tidak terelakkan karena bangsa-bangsa tiada henti melakukan pertempuran, walau hanya sekedar memuaskan hawa nafsu. Harkat derajat manusia pupus dan nyaris pudar. Setiap aspek kehidupan mengalami distorsi dan mengundang perhatian sang pembaharu. Akan tetapi aspek kejiwaan manusia sungguh teramat pelik dan rumit. Tuntutan hawa nafsu jauh lebih banyak dibandingkan dengan jalan keselamatan. Apabila jiwa menyeleweng, maka upaya-upaya perbaikan tidak akan mampu mengubah aib atau tradisi buruk yang melekat. Selama orientasi jiwa tidak bergeser dari kiblat keburukan kea rah ke bajikan. Keadaan jiwa tidak akan dapat berubah terkecuali apabila virus-virus kejahatan dapat dilenyapkan dari jiwa yang lahir dan tumbuh sebagai akibat dari hancurnya system nilai dalam timpangnya falsafah masyarakat.

Virus-virus dalam jiwa yang tumbuh bagai rumput-rumput liar di padang tak dapat disembuhkan sebelum biang penyakit dilumpuhkan kemudian diobati dengan menanamkan kecintaan pada kebaikan dan nilai-nilai keutamaan dan rasa takut pada Allah. Allah berfirman: Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. adapun orang-orang yang beriman, Maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan: "Apakah maksud Allah menjadikan Ini untuk perumpamaan?." dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik. (al-Baqarah: 26)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jalaluddin Rumi, Penyair Sufi Terbesar dari Konya-Persia

          Dua orang bertengkar sengit di suatu jalan di Konya. Mereka saling memaki, “O, laknat, jika kau mengucapkan sepatah makian terh...